Jeirry mengkritik pembuatan banyak undang-undang yang seringkali lebih dipengaruhi oleh kepentingan kekuasaan daripada berdasarkan pada norma dan pengalaman aktual, terutama dalam konteks pemilu.
"Jangan sampai semangat seperti ini mendominasi pembuatan UU Pemilu, yang justru mengabaikan keputusan MK dan malah menghasilkan norma baru yang bertentangan," tegasnya.
Putusan MK ini juga berdampak pada proses verifikasi partai politik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jeirry mengatakan bahwa aturan mengenai partai politik dalam UU Partai Politik sudah cukup ketat, namun masalahnya ada pada proses verifikasi.
Baca Juga: Polres Bulukumba Terima Kunjungan Kerja Reses Anggota Komisi III DPR RI
Menurutnya, verifikasi dalam pemilu sebelumnya penuh dengan dugaan manipulasi politik uang dan tidak cukup ketat, sehingga partai-partai yang kekuatannya tidak signifikan tetap lolos.
Hal ini tercermin dari hasil pemilu, di mana hanya ada delapan partai yang lolos ke parlemen pusat.
Verifikasi yang tepat, menurut Jeirry, menjadi kunci dalam menentukan kelayakan partai politik untuk ikut serta dalam pemilu mendatang.
Verifikasi ini juga akan mengukur sejauh mana sebuah partai memiliki dukungan hingga ke akar rumput.
Ia menambahkan bahwa para kader partai politik harus lebih serius dalam mengelola partainya, karena jika sebuah partai mencalonkan presiden tetapi tidak memiliki dukungan yang cukup, itu bisa menjadi masalah.
Ini juga menjadi tantangan bagi KPU untuk melakukan verifikasi yang ketat dan hanya meloloskan partai-partai yang benar-benar diterima oleh publik.(*)