Mendagri menegaskan pentingnya pengawasan internal dan keberanian kepala daerah memutus rantai kebiasaan boros.
Tito lalu memberi contoh Kabupaten Lahat yang berhasil memangkas belanja birokrasi hingga Rp460 miliar hanya dengan memperketat efisiensi program.
“Kalau akuntabilitas internalnya kuat, potensi pelanggaran bisa berkurang," tegas Tito kepada awak media di Hotel Pullman, Jakarta Barat, pada Kamis, 9 Oktober 2025.
Baca Juga: Semarak Hari Jadi Sulsel ke-356, Andi Sudirman Buka Gubernur Badminton Cup 2025
"Inspektorat jangan hanya memeriksa, tapi juga memberikan foresight dan insight agar program tidak boros,” imbuhnya.
Peringatan Tito terkait modus pemborosan anggaran di daerah itu juga pernah terungkap di Sumatera Barat.
Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Juni 2025, Perwakilan Sumbar mengungkap pemborosan senilai Rp2,2 miliar di Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan (Pemkab Pessel).
Baca Juga: Breaking News! Kantor Bupati Bulukumba Dilalap Api: Mobil Terbakar, Pegawai Panik Berhamburan
Temuan ini melibatkan kelebihan pembayaran tunjangan dan perjalanan dinas anggota DPRD setempat.
Kasus Serupa di Sumatera Barat
Dalam kasus ini, diketahui BPK menemukan adanya kelebihan pembayaran tunjangan mencapai Rp1,92 miliar akibat kesalahan perhitungan Kemampuan Keuangan Daerah (KKD).
Baca Juga: Gubernur Sulsel Sampaikan Aspirasi Daerah ke Menkeu, Perjuangkan Pemerataan Pembangunan
Alih-alih dikategorikan “rendah”, Pemkab menetapkan status “sedang” yang justru membuat tunjangan pimpinan dan anggota DPRD dibayarkan lebih tinggi dari ketentuan.
Dalam laporan audit itu, disebutkan tunjangan komunikasi intensif mencapai Rp1,57 miliar, tunjangan reses Rp264 juta, dan belanja penunjang operasional Rp91 juta—semuanya melebihi batas sesuai Permendagri Nomor 62 Tahun 2017.
DPRD dan Perjalanan Dinasnya