nasional

Resmi Tutup Mulai 1 Maret 2025 dan PHK 8.400 Karyawan, Bagaimana Sebenarnya Kondisi Sritex?

Sabtu, 1 Maret 2025 | 03:35 WIB
Potret logo PT Sri Rejeki Isman, Sritex (kiri) dan para karyawan Sritex (kanan). (Dok. Sritex - X.com/@Monica

"Kami sudah berupaya mencari solusi. Saat ini, ada sekitar 7.000 sampai 8.000 lowongan kerja yang tersedia bagi para pekerja yang terkena PHK. Namun, perlu diingat bahwa dari 8.500 karyawan yang di-PHK, tidak semuanya adalah warga Sukoharjo," tambahnya.

Penyebab Kebangkrutan Sritex

Baca Juga: Prabowo: Kita Bersyukur atas Pengabdian Semua Presiden

Ekonom menilai salah satu faktor utama yang menyebabkan kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex adalah kurangnya investasi dalam inovasi teknologi serta tingginya beban produksi.

Founder Next Policy sekaligus Ekonom Senior, Fithra Faisal Hastiadi, mengungkapkan bahwa ketidakmampuan Sritex untuk memperbarui teknologi membuatnya kalah bersaing di pasar.

"Sekarang Sritex udah begini karena tekanan ongkos produksi, dia tidak bisa berkompetisi, salahinnya China. Sebenarnya salahnya dia kenapa tidak mampu berinovasi," kata Fithra dalam agenda Dominasi Impor Produk China terhadap Industri Lokal, Selasa 24 Desember 2024 lalu.

Baca Juga: Wakil Bupati Bantaeng Bergabung di Magelang, Perkuat Sinergi Lewat Retreat Kepemimpinan

Ia menjelaskan bahwa Sritex tidak berinvestasi dalam modernisasi mesin maupun ekspansi pasar.

Kondisi ini sudah menjadi masalah sebelum adanya tantangan eksternal lainnya.

Namun, Sritex justru menyalahkan kepailitannya pada banjir barang impor China dan kebijakan relaksasi impor yang diatur dalam Permendag 8/2024.

Baca Juga: Sritex PHK 8.400 Karyawan Dinyatakan Resmi Tutup Total 1 Maret 2025, Ketua SPSI Ungkap Perkara Gaji Molor

"Ya makanya sekarang collapse, yang disalahin adalah Permendag 8, padahal Permendag 8 itu hadir setelah dia punya masalah itu. Mungkin iya menambah kompleksitas," jelasnya.

Fithra juga menyoroti bahwa regulasi seperti rencana kenaikan PPN menjadi 12% serta peningkatan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5% pada tahun depan turut berdampak pada daya beli masyarakat.

Dalam laporan terbaru Next Policy, kebijakan tersebut disebut berkontribusi terhadap lonjakan impor, memperburuk tantangan industri lokal, dan menciptakan persaingan yang tidak seimbang.

"Sebenarnya kalau dibandingin antara PPN sama UMR, saya tuh lebih takut sama UMR,” ungkapnya.

Halaman:

Tags

Terkini

Asuransi, Pilar Proteksi di Tengah Cuaca Ekstrem

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:35 WIB