“Kenapa? PPN itu 1% itu buat barang premium, itu end product, buat input produksi enggak terlalu berdampak. Yang paling berdampak pada input produksi apa? UMR naik 6,5%," jelasnya.
Menurut dia, kenaikan upah minimum memperburuk tekanan biaya produksi, membuat industri sulit bersaing dengan produk impor China yang lebih murah.
Baca Juga: Menteri ESDM Tegaskan Pengelolaan Tambang Harus Pelibatan Perusda Bersama Perusahaan Lokal
Data mencatat bahwa sejak diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), impor tekstil dari China meningkat rata-rata 2,75% per tahun antara 2019-2023.
Pada Januari-September 2024, impor Indonesia dari China mencapai USD 52,26 miliar, naik 13,03% dari tahun sebelumnya.
Dampak Kepailitan Sritex bagi Kreditur
Baca Juga: Prabowo di Retreat Akmil: Kita Semua Keluarga Besar Indonesia
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menanggapi isu kepailitan Sritex dengan menyoroti dampak yang mungkin dialami oleh kreditur akibat utang perusahaan.
Ia menyatakan bahwa kreditur masih memiliki kapasitas cukup untuk mengatasi potensi kerugian.
Pengadilan Niaga Semarang sebelumnya menetapkan Sritex sebagai perusahaan pailit melalui Putusan Perkara Nomor 2/Pdt.Sus Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada 21 Oktober 2024. Perusahaan tekstil ini saat ini tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Baca Juga: Hujan-hujanan, Prabowo, Jokowi, SBY Naik Maung Bareng Cek Pasukan Parade Senja
Total utang Sritex per September 2024 tercatat sebesar Rp14,64 triliun, terdiri dari Rp14,42 triliun kepada 27 bank dan Rp220 miliar kepada tiga perusahaan pembiayaan.
Sementara itu, bank dan perusahaan pembiayaan telah membentuk cadangan agregat masing-masing sebesar 83,34% dan 63,95%.
"Nah, ini saya kira sudah cukup memadai ya untuk mem-back up potensi kerugian kepada kreditur," kata Dian kepada media.
Menurutnya, lembaga keuangan selalu mempertimbangkan berbagai aspek keamanan kredit sebelum memberikan pinjaman, termasuk menilai kemampuan debitur dalam membayar.