Latar Belakang Gugatan Lucky Permana
Baca Juga: Seskab Teddy Buka Suara: Pertemuan Prabowo dan Menkes Budi Fokus Penuh pada Isu Kesehatan Nasional
Lucky Permana merupakan mantan PNS BPS yang dipidana 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta karena terbukti melakukan kelalaian dalam tugasnya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Berdasarkan putusan tersebut, ia diberhentikan tidak dengan hormat melalui surat keputusan Kepala BPS pada April 2019.
Dalam gugatannya, Lucky mempersoalkan ketentuan Pasal 52 ayat (3) huruf i dan ayat (4) UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Baca Juga: Dilema Tahura Bulukumba: Antara Konservasi dan Nasib Petani, DPRD Cari Solusi Berkeadilan
Ia menilai aturan tersebut tidak memberikan ruang untuk menilai faktor individu seperti rekam jejak, masa kerja, dan potensi rehabilitasi.
Lucky meminta agar aturan tersebut hanya diberlakukan jika telah dilakukan penilaian individual dan rehabilitasi administratif terhadap ASN yang sudah menjalani hukuman pidana.
MK: Permohonan Tidak Relevan dan Melemahkan Prinsip Sanksi Tegas
Baca Juga: Prediksi Sengit di GBK: Kluivert Ungkap Taktik China Jelang Laga Krusial Kontra Timnas Indonesia
MK menolak petitum tersebut karena dianggap berpotensi melemahkan esensi dari pemberian sanksi berat terhadap ASN yang melakukan pelanggaran hukum.
Jika permintaan Lucky dikabulkan, maka bisa membuka celah bagi pelanggar hukum tetap bertahan dalam jabatan publik.
“Permohonan pemohon justru melemahkan hakikat sanksi tegas bagi ASN yang menyalahgunakan jabatannya. Karena itu tidak tepat untuk dipertimbangkan,” tutup MK.
Baca Juga: Terobosan BKN: Uji Kompetensi Kini Lebih Fleksibel, Gelar dan Sertifikasi ASN Makin Diakui
ASN Bukan Sekadar Pekerjaan, Tapi Amanah Publik