Potret AI Prabowo-Gibran dalam kampanye Pilpres 2024. (YouTube.com/@RichardJersey)
Model foto serta video yang dihasilkan dari AI ini semakin menunjukkan citra gemas atau sering disebut ‘gemoy’ terhadap figur Prabowo.
Baca Juga: Jika 02 IAKAN Menang, Program Seragam Sekolah Gratis di Bantaeng Bakal Dilanjutkan Kembali
Padahal, hal tersebut berbanding terbalik dari citra Prabowo sebelumnya yang tegas dan berwibawa.
Ada pula partai Golongan Karya (Golkar) yang memakai teknologi deepfake untuk membangunkan mendiang Presiden Soeharto yang menyerukan publik untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum di Indonesia.
Diketahui, bahwa strategi tersebut diambil untuk menunjukkan kejayaan Orde Baru dan diharapkan dapat menaikkan elektabilitas Partai Golkar.
Baca Juga: Perkenalkan Kuliah Gratis ke Gen Z, Kanita: Biar Anak Muda Bisa Lebih Sejahtera
AI Dekat dengan Generasi Muda
Menurut survey yang dilakukan oleh Google Indonesia, 43 persen pengguna AI di Indonesia adalah generasi muda.
Country Head of Android of Google Indonesia, Denny Galant mengungkapkan bahwa mereka adalah kelompok yang paling adaptif dan responsif terhadap teknologi AI.
Baca Juga: Ingat, Jangan Asal! Kebijakan Harus Disusun Berdasarkan Teori dan Data
"Mereka adalah early adopter dari platform AI generatif, dimana teknologi ini sudah menjadi bagian yang penting bagi kehidupan sehari-hari mereka," kata Denny Galant dalam konferensi pers.
Namun, penggunaan AI dalam kampanye pemilu juga memiliki tantangan dan risiko yang harus diwaspadai.
Salah satunya adalah masalah etika dan hukum. Penggunaan AI dalam kampanye pemilu harus menghormati hak dan kewajiban para kandidat, pemilih, dan masyarakat.
Baca Juga: Sambil Patroli, Polisi di Bulukumba Bersihkan Tumpahan Pasir-Kerikil di Jalan
Penggunaan AI dalam kampanye pemilu juga harus sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku.