Sulawesinetwork.com - Eskalasi perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat (AS) dan China, semakin memanas.
Setelah Presiden AS Donald Trump secara mengejutkan menaikkan tarif impor terhadap produk China hingga 125 persen, dari sebelumnya 104 persen, tensi perdagangan global pun ikut meningkat drastis.
Dalam perkembangan terbaru, China dikabarkan mengajak mitra dagangnya, Australia, untuk bersatu melawan kebijakan tarif resiprokal jilid II yang diterapkan oleh pemerintahan Trump.
Namun, ajakan Negeri Tirai Bambu tersebut justru mendapatkan penolakan tegas dari Negeri Kanguru.
Wakil Perdana Menteri Australia, Richard Marles, seperti dilansir dari Reuters pada Kamis (10/4/2025), menyatakan bahwa Australia memilih jalur independen dalam menghadapi situasi ini.
Alih-alih bergabung dengan China untuk melawan AS, Australia akan fokus pada diversifikasi mitra dagang dan mengurangi ketergantungan ekonominya pada China, yang saat ini masih menjadi mitra dagang terbesarnya.
Baca Juga: Indonesia Berduka: Legenda Musik Titiek Puspa Berpulang di Usia 87 Tahun
"Kami tidak akan bergandengan tangan dengan China dalam hal persaingan apapun yang tengah berlangsung di dunia," tegas Richard Marles, menanggapi isu ajakan 'bergandengan tangan' dari duta besar China kepada negara-negara yang terdampak kebijakan tarif Trump.
Lebih lanjut, Richard Marles menjelaskan bahwa strategi Australia adalah membangun ketahanan ekonomi nasional dengan memperkuat hubungan dagang dengan berbagai mitra potensial di seluruh dunia.
Negara-negara yang menjadi fokus Australia dalam diversifikasi perdagangannya antara lain adalah Uni Eropa, Indonesia, India, Inggris, dan negara-negara di kawasan Timur Tengah.
"Kami tidak melakukan hal itu. Apa yang kami lakukan adalah mengejar kepentingan nasional Australia dan mendiversifikasi perdagangan kami di seluruh dunia," tandas Richard, menegaskan komitmen Australia untuk mengambil langkah yang sesuai dengan kepentingan nasionalnya sendiri di tengah gejolak perdagangan global.
Penolakan Australia terhadap ajakan China ini menjadi sinyal penting dalam peta geopolitik ekonomi dunia. Langkah Australia yang memilih untuk memperkuat kemitraan dengan berbagai negara menunjukkan strategi yang lebih hati-hati dan tidak ingin terjebak dalam polarisasi kekuatan antara AS dan China.