Sulawesinetwork.com - Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati, tanpa ragu melayangkan kritik pedas terhadap kebijakan tarif resiprokal yang digulirkan mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Menurutnya, kebijakan yang menyasar puluhan negara, termasuk Indonesia, tersebut adalah langkah yang "tidak masuk akal" dan tak memiliki pijakan ekonomi yang solid.
Dalam Sarasehan Ekonomi yang digelar di Jakarta pada Selasa (8/4/2025), Sri Mulyani dengan tegas menyatakan keheranannya atas metode perhitungan tarif yang diterapkan AS.
"Tarif resiprokal yang disampaikan oleh AS terhadap 60 negara menggambarkan cara perhitungan tarif tersebut yang saya rasa semua ekonom yang sudah belajar ekonomi tidak bisa memahami," ujarnya di hadapan para peserta.
Lebih lanjut, Menkeu RI itu menyoroti bahwa kebijakan tarif kontroversial ini lebih didorong oleh ambisi untuk menekan defisit neraca perdagangan AS, alih-alih pertimbangan ekonomi rasional.
"Itu artinya saya tidak ingin tergantung atau beli kepada orang lain lebih banyak dari apa yang saya bisa jual kepada orang lain, tidak ada landasan ilmu ekonominya," tegasnya.
Baca Juga: Prabowo Bongkar Borok 30 Tahun Indonesia: Bukan Salah Presiden Semata!
Sri Mulyani juga memperingatkan bahwa kebijakan tarif sepihak ini justru menciptakan gelombang ketidakpastian yang signifikan bagi perekonomian global.
Ia mencontohkan serangkaian kebijakan tarif AS yang dikeluarkan dalam waktu singkat, dimulai sejak 1 April 2025.
"Itu telah mengubah seluruh tatanan perkawanan, kemudian muncul executive order yang baru tanggal 4 Maret persis sebulan yang lalu untuk menambah China 20 persen dan Kanada melakukan retaliasi setelahnya," beber Sri Mulyani.
Baca Juga: Gebrakan Garuda Muda! Timnas Indonesia Lolos Piala Dunia U-17 Qatar 2025 Usai Bantai Yaman!
Rangkaian kebijakan ini, menurutnya, telah mengacaukan lanskap perdagangan internasional dan memicu respons balasan dari negara-negara mitra dagang AS.
Menutup pernyataannya, Sri Mulyani menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk tetap waspada dan adaptif dalam mengelola perekonomian di tengah gejolak kebijakan perdagangan global yang tidak terduga ini.