Lebih lanjut, Hasan menjelaskan bahwa pemilihan tanggal 17 Oktober didasarkan pada kajian Kementerian Kebudayaan yang merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951.
Peraturan ini dianggap sebagai puncak pengakuan keberagaman bangsa Indonesia.
Baca Juga: TPPS Barru Perkuat Kolaborasi Cegah Stunting Lewat Pendekatan Berbasis Data
Pada saat itu, negara mengukuhkan keberagaman dengan memasukkan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian dari Lambang Negara.
"Mungkin yang harus dipahami teman-teman semua maupun masyarakat, puncak dari pengakuan keberagaman kita sebagai bangsa yang plural, berbagai suku bangsa, etnis kebudayaan itu ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951," jelasnya.
"Menurut Kajian yang disampaikan Kementerian Kebudayaan, ini puncak keberagaman bangsa dan budaya yang plural," tambahnya.
Baca Juga: Bus Trans Sulsel Layani Masyarakat Pagi hingga Malam, Gratis Sampai Desember 2025
Hasan kembali menegaskan, "Kita tidak menganut otak-atik gathuk atau cocoklogi, kalau kebetulan nggak apa-apa, ini soal kebetulan."
Sebelumnya, politisi PDIP Aria Bima juga telah mengingatkan agar tidak ada penafsiran yang mengaitkan penetapan Hari Kebudayaan Nasional dengan ulang tahun Prabowo.
"Jangan disimplikasi, jangan terlalu dikecilkan, dikerdilkan dengan hal yang berkaitan, persamaan hari lahirnya Pak Prabowo," ujar Aria Bima kepada media di Kawasan Parlemen Senayan pada Senin, 14 Juli 2025 lalu.
Baca Juga: KNPI Kota Makassar Jalin Sinergi dengan BULOG Sulsel untuk Perkuat Ketahanan Pangan Masyarakat
Aria juga meyakini bahwa Prabowo sendiri tidak akan menyukai gagasan hari kelahirannya secara sengaja dijadikan momen penting untuk negara. "Saya kira Pak Prabowo juga tidak akan suka kalau kelahirannya kemudian dijadikan sebagai satu hal yang monumental seperti kebudayaan," tambahnya.
Dengan demikian, pihak Istana dan beberapa politisi menegaskan bahwa pemilihan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional murni didasarkan pada pertimbangan historis dan budaya, bukan karena kesamaan tanggal dengan ulang tahun Presiden terpilih.(*)