Kenaikan produksi ini tidak lepas dari berbagai program intensifikasi pertanian yang dilakukan pemerintah, mulai dari perluasan lahan tanam, penyediaan pupuk bersubsidi, hingga modernisasi alat pertanian.
Meski demikian, tantangan tetap membayangi, terutama dari faktor iklim ekstrem yang dapat mengganggu musim panen.
Kesejahteraan Petani Mulai Meningkat
Baca Juga: Tim Sepakbola Barru Siap Berlaga di Piala Gubernur Sulsel, Wabup Beri Pesan Sportivitas
Selain peningkatan produksi, Amran juga menyoroti indikator kesejahteraan petani yang menunjukkan tren positif.
Nilai Tukar Petani (NTP) nasional kini mencapai 124,36 persen, lebih tinggi dari target Kementerian Keuangan yang hanya 110 persen.
“Kemudian, khusus bulan ini, beras terjadi deflasi yaitu -0,13 persen. Lima tahun terakhir, ini (deflasi beras) pertama di bulan September, di saat paceklik,” ungkapnya.
Baca Juga: Semarak Hari Jadi Sulsel ke-356, Andi Sudirman Buka Gubernur Badminton Cup 2025
Deflasi beras tersebut dinilai sebagai sinyal stabilnya harga pangan pokok di tengah peningkatan pasokan, sekaligus menandakan daya beli masyarakat tetap terjaga.
Menanti Bukti Nyata Swasembada
Meski berbagai capaian statistik menunjukkan tren positif, publik masih menanti bukti nyata bahwa Indonesia benar-benar bisa lepas dari ketergantungan impor beras.
Baca Juga: Semarak Hari Jadi Sulsel ke-356, Andi Sudirman Buka Gubernur Badminton Cup 2025
Pengalaman di tahun-tahun sebelumnya menunjukkan, gangguan iklim dan distribusi sering kali membuat pasokan terganggu, memaksa pemerintah kembali membuka keran impor.
Dengan penghentian impor sementara ini, pemerintah dihadapkan pada tantangan menjaga keseimbangan antara produksi, harga, dan stok cadangan beras nasional.
Masyarakat berharap langkah ini tidak hanya bersifat simbolis, tetapi benar-benar menjadi pijakan awal menuju swasembada beras yang berkelanjutan. (*)