Sulawesinetwork.com - Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengukir babak baru dalam sejarah pemilu Indonesia. Mulai tahun 2029, gelaran akbar demokrasi ini tak lagi serentak.
MK memutuskan untuk memisahkan pemilu nasional (presiden/wapres, DPR, DPD) dari pemilu lokal (gubernur, bupati/wali kota, DPRD provinsi/kabupaten/kota) dengan jeda waktu 2 hingga 2,5 tahun.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B Najamudin, menyambut baik putusan ini sebagai sebuah inovasi demokrasi. Sultan mengakui bahwa inovasi format pemilu adalah langkah penting untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Baca Juga: Ramai Nikah Massal di Istiqlal, Menag: 100 Pasangan Diberi Kamar Hotel, Nanti Malam Terserah Mau Apa
Namun, ia dengan tegas mengingatkan bahwa pemerintah dan penyelenggara pemilu harus siap menghadapi tantangan besar yang tidak boleh diabaikan.
DPT dan Penyesuaian Undang-Undang Jadi Tantangan
Sultan menilai, jarak waktu dua tahun antara pemilu nasional dan lokal dianggapnya cukup signifikan untuk memengaruhi Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Baca Juga: Nokia Eve Max 5G Pamer Fitur Premium, Desain Elegan, dan Konektivitas Cepat!
"Pembaharuan data pemilih akan sangat cepat dan menjadi tantangan tersendiri, sehingga membutuhkan upaya yang ekstra bagi penyelenggara," ujar Sultan dalam keterangan resminya, Sabtu 28 Juni 2025.
"Jarak waktu dua tahun adalah waktu yang signifikan memengaruhi jumlah penduduk dan daftar pemilih tetap," imbuhnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti perlunya penyesuaian dan sinkronisasi pada beberapa undang-undang terkait pemilu, seperti UU MD3.
Baca Juga: Donald Trump Janjikan Gencatan Senjata antara Israel-Hamas di Gaza pada Pekan Depan
"Keputusan MK ini cukup baik dan penting, tidak hanya dalam mengurai persoalan beban kerja para penyelenggara pemilu," tegas Sultan.