Islam Universal Sebagai Basis Etik Transformasi Sosial Islam Indonesia dan Spirit Pembangunan Masyarakat Serta Negara

photo author
- Rabu, 21 Mei 2025 | 17:35 WIB
Mahasiswa Program Studi Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum: L.M. Yakdatamare Yakub
Mahasiswa Program Studi Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum: L.M. Yakdatamare Yakub

Cak Nur membuka jalan bagi Islam yang berpikir terbuka, yang merangkul akal dan kemanusiaan sebagai bagian tak terpisahkan dari iman. Gus Dur, dengan kebesaran jiwanya, menempatkan pluralisme dan demokrasi sebagai ekspresi tauhid dalam ranah sosial.

Sedangkan Buya Syafii Maarif menekankan bahwa tak ada gunanya keberagamaan yang gemerlap jika abai terhadap realitas ketimpangan dan penderitaan rakyat. Ketiga tokoh ini menegaskan bahwa Islam yang universal bukanlah milik satu golongan atau tafsir tunggal, melainkan taman luas tempat seluruh nilai kebaikan bisa tumbuh dan berbuah.

Namun sayangnya, pembangunan nasional kerap kali mengabaikan akar spiritual masyarakatnya. Ia tumbuh seperti pohon besar yang daunnya rindang, tetapi akarnya keropos rapuh oleh ketidakadilan, tercerabut dari nilai-nilai luhur.

Baca Juga: Jaga Marwah Demokrasi, Gubernur Sulsel Lepas Satgas Sawerigading Amankan PSU Pilwalkot Palopo

Dalam kerangka pembangunan seperti ini, agama menjadi sekadar pelengkap disebut dalam pidato, tapi tak hadir dalam kebijakan. Padahal, Islam sejak awal bukan hanya bicara tentang surga dan neraka, tetapi tentang keadilan sosial, distribusi kekayaan, keseimbangan ekologis, dan penghormatan terhadap martabat manusia.

Konsep rahmatan lil alamin bukanlah puisi kosong; ia adalah mandat peradaban yang menuntut kita untuk menempatkan kasih sayang, keadilan, dan keberlanjutan sebagai roh dari setiap proses pembangunan.

Untuk itu, transformasi sosial berbasis Islam universal bukanlah semata usaha pembaruan hukum, melainkan revolusi kesadaran. Ia menuntut kita untuk kembali membaca teks-teks suci dengan mata yang peka terhadap realitas dan hati yang jernih dari syahwat kekuasaan.

Baca Juga: UMKM Bontotiro Berdaya: BUMDESMA Datotiro LKD Kucurkan Dana Rp 1,1 Miliar untuk Pengembangan Ekonomi Lokal

Islam tidak boleh dibaca sebagai perangkat dominasi, tetapi sebagai energi pembebasan. Sebagaimana Arkoun nyatakan, Islam harus dihidupkan melalui pendekatan hermeneutik-kritis yang merangkul sejarah, bahasa, dan konteks sosial.

Amar ma’ruf nahi munkar harus dimaknai bukan sekadar larangan individual, tetapi sebagai strategi sosial yang memutus mata rantai ketimpangan, menantang hegemoni kekuasaan, dan membela mereka yang terpinggirkan.

Namun, meletakkan Islam universal sebagai landasan etika pembangunan bukanlah perkara sederhana. Ia menuntut keberanian moral dan kepekaan spiritual dalam mengolah ruang publik yang selama ini didominasi oleh rasionalitas ekonomi dan pertimbangan politis.

Baca Juga: Terungkap! Inilah 10 Negara Paling Korup di Dunia, Nomor 1 Sudah Bisa Ditebak?

Kita menyaksikan bagaimana etika seringkali dikalahkan oleh logika elektoral, bagaimana kepentingan umat terpinggirkan oleh tarik-menarik kekuasaan.

Padahal, jika Islam benar-benar dihayati secara substantif, ia mampu menembus sekat-sekat ideologis dan menyatukan energi bangsa untuk satu tujuan luhur: menciptakan kehidupan yang adil, damai, dan beradab.

Di sinilah diperlukan suatu pergeseran paradigma, dari pembangunan sebagai eksploitasi sumber daya menjadi pembangunan sebagai pengembangan manusia manusia yang utuh secara spiritual dan sosial.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hendrawan

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Asuransi, Pilar Proteksi di Tengah Cuaca Ekstrem

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:35 WIB
X