“Misalnya, biaya notaris, operasional awal koperasi, atau pendampingan administrasi desa. Itu semua bisa dibiayai dari BTT sambil menunggu APBD Perubahan,” jelasnya.
Langkah ini dinilai penting agar tidak ada alasan bagi pemerintah daerah untuk menunda-nunda implementasi program yang telah diatur dalam Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2025 itu.
Kolaborasi Lintas Pemerintah, Kunci Kesuksesan Kopdes
Baca Juga: DPRD Bulukumba Terima Aspirasi PATI: Janji Investigasi Dugaan Proyek Mangkrak
Tito menekankan bahwa peran bupati dan wali kota sangat vital dalam program ini, karena mereka merupakan pembina langsung kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Desa.
“Desa adalah ujung tombak pembangunan. Dan kepala desa tidak bisa dibiarkan jalan sendiri. Bupati dan wali kota harus hadir memberi arahan dan pembinaan. Gubernur dan pusat hanya sebagai pengawas,” jelas Tito.
Dengan sinergi dari pemerintah pusat hingga daerah, ia yakin program Kopdes Merah Putih bisa menjadi mesin penggerak ekonomi baru di desa.
Baca Juga: Nokia N75 Max vs Samsung Galaxy A36: Duel Smartphone 5G Bersaing Spesifikasi dan Performa
Selain memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat, koperasi ini juga diharapkan menjadi sarana distribusi keadilan sosial dan pemerataan pembangunan.
Harapan Besar untuk Kebangkitan Ekonomi Desa
Kopdes Merah Putih bukan hanya sekadar program administratif, tapi visi besar untuk kebangkitan ekonomi dari akar rumput. Dengan koperasi berbasis desa, masyarakat akan lebih mudah mengakses pembiayaan, distribusi hasil produksi, hingga pengembangan usaha mikro.
Baca Juga: Terobosan Pendidikan: Kemendikdasmen Tetapkan Satu Hari dalam Seminggu untuk Guru Belajar
“Ini semangat gotong royong yang ingin kita hidupkan kembali di desa. Negara hadir, tapi masyarakatlah yang menggerakkan,” pungkas Tito.
Kini tinggal bagaimana daerah merespons. Dengan dukungan anggaran, regulasi yang jelas, dan kolaborasi lintas level, cita-cita membentuk puluhan ribu koperasi desa bisa jadi kenyataan.(*)