Sulawesinetwork.com - Kabar gembira bagi para pengemudi ojek online (ojol) dan kurir.
Pemerintah telah menetapkan bahwa mereka berhak menerima Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan mulai tahun 2025.
Keputusan ini, yang diumumkan oleh Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, merupakan angin segar bagi para pekerja sektor informal yang selama ini seringkali luput dari perlindungan hak-hak ketenagakerjaan.
Baca Juga: Asap Tebal Selimuti Stasiun Tugu, 5 Mobil Damkar Berjibaku Padamkan Api Gerbong Kereta
Namun, di balik euforia ini, tersimpan berbagai tantangan yang perlu diatasi agar kebijakan ini dapat berjalan efektif.
Salah satu isu krusial adalah kriteria kinerja yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Bonus Hari Raya (BHR).
Dalam Surat Edaran (SE) Menaker, disebutkan bahwa pengemudi dan kurir dengan kinerja baik berhak mendapatkan BHR sebesar 20% dari rata-rata pendapatan bersih selama 12 bulan terakhir.
Baca Juga: Sidang Asusila Mario Dandy: Saksi Baru Muncul, Drama Hukum Semakin Memanas
"Kita tentu harus fair, tidak mungkin besaran BHR disamaratakan. BHR ini menjadi sarana apresiasi bagi yang bekerja baik. Kami percaya beberapa perusahaan sudah ada simulasinya," ujar Yassierli.
Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan: apakah ada standar baku yang akan diterapkan, ataukah penilaian kinerja akan diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing perusahaan aplikasi? Ketidakjelasan ini berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan sengketa di lapangan.
Isu lain yang tak kalah penting adalah status hubungan kerja antara pengemudi/kurir dan perusahaan aplikasi. Selama ini, perusahaan aplikasi cenderung menganggap pengemudi dan kurir sebagai mitra, bukan karyawan.
Baca Juga: Tragedi Pilu di Semarang: Bayi 2 Bulan Tewas, Oknum Polisi Diduga Ayah Kandung Jadi Tersangka
Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah kebijakan THR ini akan mengubah status hubungan kerja tersebut?
Jika status hubungan kerja tidak berubah, bagaimana pemerintah akan memastikan bahwa perusahaan aplikasi mematuhi kewajiban pembayaran THR? Bagaimana jika perusahaan aplikasi berkelit dari tanggung jawab dengan alasan bahwa pengemudi dan kurir adalah mitra, bukan karyawan?