Anehnya, hampir seluruh nilai ekspor tersebut dikategorikan sebagai produk "mesin dan listrik".
Pertanyaan besar pun muncul: bagaimana mungkin barang-barang semacam itu berasal dari pulau yang nyaris tanpa aktivitas manusia dan infrastruktur?
Baca Juga: Perang Hak Cipta di Ujung Pena? Ghibli Berpotensi Seret OpenAI ke Meja Hijau AS!
Data historis pun menunjukkan ketidakjelasan. Dalam lima tahun sebelumnya, nilai impor AS dari wilayah penguin ini jauh lebih rendah, berkisar antara $15.000 hingga $325.000 per tahun.
Lonjakan data pada tahun 2022 ini semakin menambah kebingungan para pengamat ekonomi dan diplomasi perdagangan.
Lebih lanjut, kebijakan tarif ini juga menyasar wilayah eksternal Australia lainnya, seperti Kepulauan Cocos (Keeling) dan Pulau Christmas, dengan tarif 10 persen.
Baca Juga: Palu di Hati, Tanah Kusir Sementara: Wasiat Terakhir dan Cinta Ray Sahetapy pada Kampung Halaman
Namun, yang lebih mencolok adalah tarif sebesar 29 persen yang dikenakan pada Pulau Norfolk.
Pulau Norfolk, yang berjarak sekitar 1.600 kilometer di timur laut Sydney dan memiliki populasi sekitar 2.188 jiwa, tercatat oleh Observatory of Economic Complexity melakukan ekspor ke AS senilai $655.000 pada tahun 2023, dengan komoditas utama berupa alas kaki kulit senilai $413.000. Namun, administrator Pulau Norfolk, George Plant, meragukan data ini. "Tidak ada ekspor yang diketahui dari Pulau Norfolk ke Amerika Serikat dan tidak ada tarif atau hambatan perdagangan non-tarif yang diketahui atas barang-barang yang masuk ke Pulau Norfolk," tegasnya.
Albanese pun turut mempertanyakan logika di balik kebijakan ini, khususnya terkait Pulau Norfolk.
Baca Juga: Geger di Jagat Maya, Hayao Miyazaki Meradang: Tren AI Ghibli di ChatGPT Dianggap Penghinaan!
"Pulau Norfolk dikenai tarif sebesar 29 persen. Saya tidak begitu yakin bahwa Pulau Norfolk, sehubungan dengan itu, merupakan pesaing dagang dengan ekonomi raksasa Amerika Serikat, tetapi itu hanya menunjukkan dan memberi contoh fakta bahwa tidak ada tempat di Bumi yang aman dari ini," sindirnya.
Kebijakan tarif yang menyasar wilayah-wilayah kecil dan bahkan tak berpenghuni ini menimbulkan kritik pedas.
Banyak yang menilai langkah ini sebagai bagian dari strategi politik dagang Trump yang agresif dan tanpa pandang bulu, di mana logika ekonomi dan realitas geografis tampaknya terabaikan.
Baca Juga: Dari Syahadat Hingga Salat Jenazah: Masjid Istiqlal, Saksi Bisu Perjalanan Spiritual Ray Sahetapy