Sulawesinetwork.com - Demam generator gambar bergaya Studio Ghibli di platform ChatGPT-4o tengah melanda jagat media sosial Indonesia.
Dari swafoto kocak hingga potret hewan peliharaan menggemaskan, semua bertransformasi menjadi karakter animasi ikonik yang memanjakan mata.
Namun, di balik euforia ini, tersimpan bara kemarahan dari jantung Studio Ghibli itu sendiri.
Baca Juga: Dari Syahadat Hingga Salat Jenazah: Masjid Istiqlal, Saksi Bisu Perjalanan Spiritual Ray Sahetapy
Hayao Miyazaki, sang maestro animasi dan salah satu pendiri Studio Ghibli, dikenal luas sebagai sosok yang gigih menentang penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam ranah seni.
Pandangannya bukan sekadar kritik ringan, melainkan penolakan mendalam terhadap potensi AI untuk menggantikan sentuhan manusia dalam berkarya.
Bagi Miyazaki, seni bukanlah sekadar deretan piksel yang tersusun indah.
Baca Juga: Kurang dari 24 Jam, Polisi Ringkus Pelaku Utama Pembusuran di Bulukumpa dan Amankan 9 Rekannya
Lebih dari itu, seni adalah cerminan emosi, pengalaman, dan jiwa manusia.
Ia meyakini bahwa meskipun AI mampu meniru rupa dan gerak, teknologi ini takkan pernah bisa menangkap esensi perasaan yang menjadi ruh sebuah karya seni.
"Saya tidak akan pernah menerapkan teknologi seperti ini (AI) ke karya-karya saya. Saya pikir teknologi AI ini adalah penghinaan terhadap kehidupan dan seni," tegas Miyazaki, seperti dikutip pada Jumat, 4 April 2025.
Baca Juga: Kurang dari 24 Jam Polisi Berhasil Ungkap Kasus Pembusuran di Bulukumpa, 10 Orang Diamankan
Kata-katanya bagai petir di siang bolong, menunjukkan betapa seriusnya ia memandang isu ini.
Sikap keras Miyazaki terhadap AI bukanlah barang baru. Pada tahun 2016, sebuah insiden ikonik terjadi saat ia menghadiri presentasi dari Dwango Artificial Intelligence Laboratory.