“Kami telah bertahan dari serangan, kehancuran, dan kehilangan. Namun, itu tidak akan membuat kami menyerah. Hidup di antara puing-puing adalah tantangan yang kami hadapi dengan tekad,” ungkapnya.
Sejak Israel melancarkan serangan ke Gaza pada 7 Oktober 2023, lebih dari 46.700 warga Palestina tewas, termasuk 18.000 anak-anak.
Baca Juga: Kampus Penerima KIP Kuliah Bukan Hanya bukan Hanya Negeri, Ini Daftar Swasta Siapkan Beasiswa
Hampir 1,9 juta orang mengungsi, sementara infrastruktur kota mengalami kerusakan parah.
Data menunjukkan bahwa 92% jalan utama dan 84% fasilitas kesehatan hancur akibat serangan tersebut.
Mengingat Nakba dan Menolak Sejarah Terulang
Baca Juga: Pemkab Harus Berani Beri Sanksi ke Penyedia MBG SD 171 Loka, DPRD Diminta Berpihak Kepada Rakyat
Abu Suleiman menegaskan bahwa pengalaman pahit Nakba tahun 1948 masih membekas dalam ingatan warga Palestina.
Pada saat itu, sekitar 750.000 warga Palestina dipaksa meninggalkan rumah mereka setelah berdirinya Israel.
“Kami memahami betul apa yang terjadi saat itu. Mereka yang pergi tidak pernah kembali. Kami tidak akan membiarkan sejarah terulang kembali,” tegas Abu Sulaeman di waktu yang bersamaan.
Baca Juga: Polres Bulukumba Kembali Gelar Yasinan dan Doa Bersama Awali Tugas Personel
Banyak warga Gaza yang tetap memilih bertahan, meskipun ada peluang untuk meninggalkan wilayah tersebut.
Mereka menganggap mempertahankan tanah air sebagai bagian dari identitas dan perlawanan mereka.
Israa Mansour, seorang ibu empat anak yang kini tinggal di tenda darurat setelah rumahnya hancur, juga menolak gagasan relokasi.
“Kami memilih bertahan bukan karena tidak punya pilihan, tetapi karena ini adalah rumah kami,” ujarnya.