Sri Radjasa juga menanggapi terkait beredarnya surat dari Partai Amanat Nasional (PAN) yang menarasikan partai itu mendapat kuota untuk pengisian rekrutmen pendamping desa di Kemendes PDT.
Meski dari pihak PAN telah membantah dan mengklaim surat yang beredar adalah palsu ketika isu ini viral, Sri Radjasa memiliki pandangan lain.
"Jelas-jelas mereka mendapatkan kuota, karena ketika surat dari DPD partainya menteri desa mencuat, saya tidak yakin," terang Sri Radjasa.
Baca Juga: Timnas Indonesia vs Arab Saudi di Round 4: Waspada Kekuatan Mematikan hingga Banding Pemain Mahal
"Karena kebijakan pemutusan kontrak itu ternyata tidak berlaku, dan mereka-mereka yang ikut caleg 2024 dari partai itu, tetap tidak diputus kontraknya," imbuhnya.
Sri Radjasa: Jangan Sampai 35.000 Pendamping Desa Jadi Korban
Sri Radjasa menyerukan agar persoalan skandal pemutusan pendamping desa ini, harus didengar oleh Presiden RI, Prabowo Subianto.
Baca Juga: Teguhkan Komitmen Kebangsaan, Polres Bulukumba Hadiri Upacara Hari Kesaktian Pancasila
Ia menduga adanya penyelewengan kekuasaan dalam kebijakan pendamping desa yang diterapkan Menteri Yandri.
“Jangan sampai 35.000 pendamping desa ini menjadi korban kebijakan sepihak. Kalau tidak dihentikan, saya akan terus berupaya sampai Presiden untuk memecat Yandri Susanto,” tegas Sri Radjasa.
Baca Juga: Demi Bongkar Fakta Keracunan MBG, Wartawan Diduga Dianiaya Oknum Pegawai SPPG
Di sisi lain, Sri Radjasa menilai persoalan ini berpotensi masuk kategori korupsi kebijakan karena merusak sistem dan keadilan.
“Ini bukan akhir. Saya akan terus bersuara sampai persoalan ini benar-benar diselesaikan,” tutupnya. (*)