Sulawesinetwork.com - Sebuah bayangan kelam masih menyelimuti cita-cita besar Indonesia untuk bebas dari kemiskinan pada tahun 2045.
Di balik optimisme mencapai usia satu abad, terkuak sebuah dilema pahit: bagaimana warga miskin bisa meraih keadilan hukum di tengah praktik ekonomi yang seringkali tak berpihak?
Ini bukan sekadar persoalan statistik, melainkan jeritan hati jutaan rakyat kecil di penjuru Tanah Air.
Benteng Terakhir Keadilan: Sebuah Harapan yang Bergetar
Presiden RI, Prabowo Subianto, tak bisa menyembunyikan keprihatinannya. Dengan nada bergetar, ia mengungkapkan bahwa akses terhadap keadilan hukum adalah tantangan berat bagi sebagian besar warga miskin.
Di hadapan para calon hakim Mahkamah Agung (MA) pada Kamis, 12 Juni 2025, Prabowo menitipkan sebuah pesan mendalam.
"Anda (hakim) adalah benteng terakhir keadilan. Orang miskin, orang kecil hanya bisa berharap kepada hakim-hakim yang adil," ujarnya, sorot matanya tajam.
Prabowo menekankan bahwa hakim di Indonesia haruslah sosok yang kuat dan tak bisa dibeli. Ia membandingkan bagaimana orang berduit bisa dengan mudah menyewa tim hukum terbaik, sementara rakyat kecil hanya bisa menggantungkan nasibnya pada integritas seorang hakim.
"Orang yang kuat, orang yang punya uang banyak, dia bisa berbuat, dia bisa punya tim hukum yang luar biasa," tutur Prabowo.
Baca Juga: Hujan Deras Guyur Bulukumba, Pohon Tumbang Timpa Jalanan Sekitar Lapangan Pemuda
"Tapi, orang kecil hanya tergantung sama hakim yang adil, hakim yang tidak bisa disogok, hakim yang tidak bisa dibeli, hakim yang cinta keadilan, hakim yang cinta rakyat."
Pernyataan ini bukan hanya sekadar seruan, melainkan pengakuan bahwa sistem hukum kita masih rentan terhadap intervensi kekayaan. Bagi warga miskin, keadilan seringkali terasa seperti kemewahan yang tak terjangkau.