"Tentunya laba ini terpengaruh dari perhitungan hasil underwriting. Seperti kita ketahui, komponen laba dari perusahaan asuransi berasal dari hasil underwriting dan hasil investasi," ungkap Budi dalam Konferensi Pers Kinerja AAUI di Jakarta, Rabu (5/3/2025).
Terbukti, hasil underwriting industri asuransi umum mengalami penurunan tajam.
Dari Rp19,46 triliun di tahun 2023, angka ini terjun bebas menjadi defisit Rp1,52 triliun di tahun 2024, atau merosot hingga 102,7 persen.
Kenaikan cadangan premi dan cadangan klaim juga semakin memperparah kondisi profitabilitas perusahaan asuransi umum.
Data OJK mencatat, cadangan premi yang semula sebesar Rp3,44 triliun di tahun 2023, melonjak drastis menjadi Rp22,27 triliun di tahun 2024, atau naik 546,5 persen.
Sementara itu, cadangan klaim juga mengalami kenaikan signifikan dari Rp1,25 triliun menjadi Rp5,08 triliun, atau meningkat sebesar 306,3 persen.
Krisis ini menjadi alarm bagi industri asuransi di Asia, termasuk Indonesia.
Gap perlindungan asuransi yang semakin melebar di tengah ancaman cuaca ekstrem yang terus meningkat menuntut tindakan nyata.
Industri asuransi ditantang untuk berinovasi, memperluas jangkauan, meningkatkan literasi keuangan masyarakat, serta berkolaborasi dengan pemerintah dan sektor swasta untuk membangun ketahanan finansial yang lebih kuat dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang tak terhindarkan.(*)