"Oleh sebab itu, ayo kita sama-sama menjaga, tidak peduli dari warga yang miskin hingga orang yang kaya raya. Jaga alam ini bersama," serunya, dengan harapan menggugah kesadaran kolektif.
Air mata Dedi Mulyadi di Puncak bukan sekadar simbol kesedihan, melainkan panggilan jiwa untuk menjaga "ibu" yang telah memberi kehidupan.
Ini adalah alarm bagi kita semua, terutama para "sultan" penikmat alam, untuk berhenti merusak dan mulai merawat.
Alam bukan sekadar tempat rekreasi, melainkan rumah kita bersama.(*)