Menanggapi kebijakan yang mengkhawatirkan ini, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menyatakan bahwa pemerintah bergerak cepat untuk menganalisis dampak tarif terhadap perekonomian.
Baca Juga: Wakapolres Bulukumba Pastikan Kesiapan Pengamanan Lebaran di Bira
"Pemerintah Indonesia akan segera menghitung dampak pengenaan tarif AS terhadap sektor-sektor tersebut dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan," ujarnya pada Kamis (3/4/2025).
Namun, pemerintah tidak hanya berdiam diri. Susiwijono menegaskan bahwa langkah-langkah strategis telah disiapkan untuk menjaga stabilitas ekonomi, termasuk upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memastikan likuiditas pasar valuta asing.
Diplomasi juga menjadi garda terdepan. Pemerintah Indonesia telah menjalin komunikasi intensif dengan pemerintah AS dan mitra dagang lainnya.
Baca Juga: Gubernur Andi Sudirman Sulaiman Sambut Kedatangan Menteri Pertahanan di Sulsel
"Pemerintah Indonesia akan terus melakukan komunikasi dengan pemerintah AS dalam berbagai tingkatan, termasuk mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington DC untuk melakukan negosiasi langsung dengan pemerintah AS," jelas Susiwijono.
Tak hanya itu, Indonesia juga menggandeng Malaysia, yang saat ini memegang Keketuaan ASEAN, untuk mencari solusi regional dalam menghadapi dampak tarif AS yang berpotensi merugikan seluruh negara anggota.
Di dalam negeri, Presiden Prabowo telah menginstruksikan jajaran kabinetnya untuk segera melakukan deregulasi dan penyederhanaan aturan.
Baca Juga: Kurang dari 24 Jam Polisi Berhasil Ungkap Kasus Pembusuran di Bulukumpa, 10 Orang Diamankan
Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk ekspor nasional agar tetap kompetitif di pasar global, meskipun terhadang tarif tinggi.
Pemerintah juga berupaya keras menarik lebih banyak investasi sebagai jangkar untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru.
Dengan tenggat waktu pemberlakuan tarif baru yang semakin dekat, yakni 9 April 2025, Indonesia harus bergerak cepat dan cerdas untuk memitigasi dampak negatif kebijakan "Hari Pembebasan" ala Trump.
Pertanyaannya kini, mampukah Indonesia menemukan celah dan strategi jitu agar ekonominya tidak terancam oleh kebijakan proteksionis AS ini? Waktu terus berjalan, dan tantangan di depan mata semakin nyata.(*)