Upaya Pemusatan Kekuasaan
Politik dinasti erat menggambarkan kekuatan yang mengarah pada upaya mempertahankan kekuasaan terpusat pada lingkup golongan atau keluarga tertentu.
Baca Juga: Beri Pelayanan Kesehatan, Rumah Sakit Apung di Berkunjung ke Pulau Sembilan
Pemusatan kekuasaan ini dikhawatirkan akan mendorong praktik penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), sehingga kekuasaannya menjadi sangat absolute.
Selain itu, pemusatan kekuasaan tersebut akan membuat seseorang semakin mudah memperoleh kekuasaan yang mutlak, dan semakin tinggi potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Akibatnya, kepala daerah maupun pejabat pemerintahan lain yang terpapar politik dinasti pada akhirnya melakukan praktik korupsi dan nepotisme.
Baca Juga: Umy Asyiatun Resmi Jadi Ketua DPRD Bulukumba, Diapit Dua Politisi Senior
Memperluas Tentakel Kekuasaan
Politik dinasti terjadi sejak era Pilkada yang dipilih secara tidak langsung oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Politik dinasti tak jarang dibangun oleh para elit politik lokal atau dengan memanfaatkan para elit politik lokal dengan memanfaatkan demokrasi yang terdesentralisasi.
Baca Juga: Pj Gubernur Sulsel Resmi Lantik Abdul Hayat Jadi Pj Wali Kota Parepare
Kesempatan ini mendorong keinginan atau ambisi dari keluarga petahana atau pejabat pemerintah lainnya.
Anggota keluarga akan menjadi tentakel kekuasaan yang akan kembali maju dalam kontestasi pemilihan berikutnya.
Tentakel tersebut dapat melalui istri, suami, anak, menantu, saudara, maupun kerabat keluarga.
Dengan kata lain, politik dinasti menjadi sebuah kekuasaan daerah yang (akan) dijalankan oleh sekelompok orang yang terikat dalam hubungan darah atau keluarga dekat. (*)