Namun, dari sudut pandang warga biasa di pinggir jalan, kesepakatan ini terasa seperti janji yang menguntungkan "mereka" di atas, sementara "kita" di bawah harus membayar tagihannya.
Pertanyaan kritis yang menggantung di udara adalah: Apakah keuntungan yang diklaim dari peningkatan ekspor AS ke Indonesia sebanding dengan potensi kerugian dan beban finansial yang ditanggung oleh jutaan konsumen Amerika?
Baca Juga: Gubernur Sulsel Serahkan Bantuan Bedah Rumah untuk Warga Kurang Mampu di Barru
Kritik yang membahana ini bukan sekadar keluh kesah sesaat. Ini adalah suara rakyat yang menuntut keadilan, menuntut transparansi, dan menuntut pertanggungjawaban. Dalam hiruk-pikuk perjanjian global, seringkali suara-suara kecil inilah yang paling penting untuk didengarkan.
Akankah pemerintah AS dan Indonesia menanggapi seruan ini, ataukah mereka akan bergeming pada klaim "kesepakatan bersejarah" mereka? Hanya waktu yang akan menjawab, namun satu hal yang pasti dompet warga Amerika sedang menanti jawabannya.(*)