"Pemilu yang serentak ini Presiden, DPR RI, DPD, DPRD kabupaten kota dan provinsi itu kan dulu menjadi keputusan dari Mahkamah Konstitusi, agar pemilu dilaksanakan secara serentak. Kemudian kita mengikuti keserentakan seperti yang sekarang ini diminta oleh Mahkamah Konstitusi dan sekarang Mahkamah Konstitusi kemudian berubah lagi terhadap keputusan ini," bebernya.
Potensi Bertentangan dengan Pasal 22E UUD 1945
Lebih lanjut, Muzani menyebut putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan daerah berpotensi bertentangan dengan Pasal 22E UUD 1945.
Baca Juga: Investigasi KNKT atas Tenggelamnya KMP Tunu: Fokus pada Video Medsos dan Standar Keselamatan
Pasal ini secara tegas mengatur bahwa Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
"Di dalam Pasal 22E Undang-undang Dasar 45 disebutkan bahwa pemilu dilaksanakan sekali dalam 5 tahun untuk DPR RI, DPD, DPRD kabupaten kota dan provinsi. Kami baca (putusan MK), pilkada dan pemilihan DPRD baru akan dilaksanakan dua setengah tahun setelah selesainya pemilihan Presiden dan DPR RI," imbuhnya.
"Itu artinya ada pemunduran masa 2 tahun setengah. Pertanyaannya, apakah keputusan ini tidak berpotensi justru bertentangan dengan Undang-undang Dasar 45 yang mengatakan bahwa pemilihan itu dilaksanakan sekali dalam 5 tahun?" sambung Muzani.
Baca Juga: Duka Selebritas Tanah Air atas Kepergian Diogo Jota: Dari Desta hingga Ari Lasso Turut Berduka
Gerindra menganggap putusan ini justru berpotensi menimbulkan masalah baru. "Nah, pandangan kami, Keputusan Mahkamah Konstitusi ini justru berpotensi menimbulkan problem baru terhadap Pasal 22e Undang-Undang Dasar 45 yang menyebutkan bahwa setiap 5 tahun sekali diadakan pemilihan umum untuk memilih Presiden, DPR RI, DPD dan DPRD kabupaten/kota termasuk gubernur dan wali kota," jelasnya lagi.
MK diketahui memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal, mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.
Baca Juga: Pilu Ronaldo: Duka Mendalam atas Kepergian Diogo Jota, Kenang Momen di Timnas Portugal
Kritik dari Gerindra ini menunjukkan adanya perdebatan serius mengenai implikasi putusan MK terhadap sistem demokrasi di Indonesia. (*)