Rhenald mengungkap, fenomena itu kerap disebut dengan istilah 'Lipstick Effect' sebuah kondisi perubahan gaya konsumsi masyarakat dalam kondisi ekonomi tertentu.
Fenomena Daya Beli Turun tapi Penjualan Meningkat
Baca Juga: Kampus Penerima KIP Kuliah Bukan Hanya bukan Hanya Negeri, Ini Daftar Swasta Siapkan Beasiswa
Dalam kesempatan yang sama, Rhenald menerangkan istilah 'Lipstick Effect' pertama kali dicetuskan oleh Chairman Emeritus The Estee Lauder Companies Inc Leonard Lauder saat tragedi 9/11 di Amerika Serikat (AS).
Saat itu, daya beli masyarakat turun dan membuat mereka sulit mencari pekerjaan, namun Lauder melihat keanehan terhadap penjualan lipstik yang justru meningkat.
"Jadi, terjadilah efek yang disebut sebagai kemewahan yang terjangkau, dan lipstick adalah satu kemewahan yang harganya tidak terlalu mahal. Lalu juga skincare, itu terbukti banyak laku ketika terjadi COVID-19," terang Rhenald.
Baca Juga: Pemkab Harus Berani Beri Sanksi ke Penyedia MBG SD 171 Loka, DPRD Diminta Berpihak Kepada Rakyat
Berkaca dari hal itu, sebelumnya tersiar kabar pihak perbankan yang menyarankan pemerintah RI mengambil langkah mitigasi terkait penurunan daya beli masyarakat.
Di sisi lain, persoalan pengangguran juga masih menjadi salah satu hal krusial yang membayangi Indonesia. Berikut ini ulasan selengkapnya:
Mitigasi Risiko Penurunan Daya Beli
Baca Juga: Polres Bulukumba Kembali Gelar Yasinan dan Doa Bersama Awali Tugas Personel
Dalam kesempatan berbeda, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede pernah mengatakan pemerintah RI harus mampu memitigasi potensi penurunan daya beli masyarakat dari dampak penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.
"Pemerintah harus fokus pada mitigasi risiko penurunan daya beli melalui program kesejahteraan dan pemberdayaan UMKM," kata Josua dalam keterangan di Jakarta, pada Senin, 23 Desember 2024 lalu.
Josua menekankan, pemerintah harus benar-benar dapat memastikan sejumlah insentif yang disiapkan mampu melindungi daya beli masyarakat dari dampak implementasi PPN 12 persen.
"Kebijakan ini tepat untuk meningkatkan pendekatan fiskal asalkan kompensasi dalam bentuk insentif benar-benar efektif untuk menjaga daya beli masyarakat yang rentan," tutur Josua.