Sulawesinetwork.com - Ibukota Nepal mendidih. Aksi protes yang bermula dari unjuk rasa damai, berubah menjadi kerusuhan besar dengan penjarahan, pembakaran, hingga serangan ke gedung parlemen.
Kericuhan dua hari berturut-turut (9–10 September 2025) ini tidak hanya meninggalkan korban jiwa, tapi juga mengguncang kursi kekuasaan, memaksa Perdana Menteri Sharma Oli dan Presiden Ram Chandra Paudel mundur.
Namun, bagaimana sebenarnya ledakan amarah ini bisa terjadi?
Baca Juga: Erick Thohir Tepis Kritik Vanenburg, Janjikan Kesempatan Lebih untuk Pemain Timnas U-23 Indonesia
Larangan Medsos: Sumbu Ledakan Generasi Muda
Kebijakan kontroversial pemerintah Nepal yang melarang 26 platform media sosial—termasuk Facebook, Instagram, WhatsApp, YouTube, dan X—menjadi pemicu langsung.
Dalih pemerintah: mencegah berita palsu dan ujaran kebencian.
Interpretasi publik: upaya sistematis membungkam suara rakyat.
Baca Juga: Kolaborasi Pemkab Barru-Ombudsman, Bahas Peningkatan Pelayanan Publik
Kemarahan terutama datang dari generasi muda, yang kemudian mengusung nama “Revolusi Gen Z.” Aksi mereka menuntut:
- pencabutan blokir medsos,
- pemberantasan korupsi,
- reformasi politik.
Namun, penggunaan gas air mata, meriam air, hingga peluru tajam oleh aparat mengubah protes damai itu menjadi tragedi. Sedikitnya 22 orang tewas, ratusan luka-luka, dan puluhan ditangkap.
Baca Juga: Bawaslu Bulukumba Kembali Lakukan Uji Petik di Kelurahan Dannuang
Korupsi: Bahan Bakar Lama yang Meledak
Larangan medsos hanyalah percikan. Bahan bakarnya adalah korupsi kronis yang sudah lama mengakar di tubuh pemerintahan Nepal.
Skandal proyek infrastruktur mandek, dengan dana miliaran NPR hilang tanpa jejak.