Sulawesinetwork.com - Skandal dugaan suap yang mengguncang dunia peradilan terkait vonis lepas kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) terus bergulir panas.
Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelumnya telah menetapkan tiga hakim, yakni Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto, sebagai tersangka.
Mereka diduga menerima suap dengan total nilai fantastis mencapai Rp18 miliar.
Baca Juga: Gubernur Sulsel Pimpin Apel Satpol PP di Wajo Naik Mobil Listrik Jeep Andalan Cek Kesiapan Pasukan
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, membeberkan rincian pembagian "uang haram" tersebut.
Djuyamto diduga menerima suap senilai Rp6 miliar, Agam Syarif menerima Rp4,5 miliar, dan Ali Muhtarom menerima Rp5 miliar dalam bentuk mata uang asing yang kemudian dikonversikan ke rupiah.
Menyikapi kasus memalukan ini, Mahkamah Agung (MA) mengambil langkah tegas. Pihaknya menyatakan telah memberhentikan sementara para hakim dan panitera yang terlibat dalam skandal suap vonis ontslag atau putusan lepas dalam kasus korupsi CPO tersebut.
Baca Juga: Penggerebekan Narkoba di Bulukumba: 37 Paket Sabu Siap Edar dan Dua Pria Diciduk Polisi
Juru bicara MA, Yanto, dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin (14/4/2025), menegaskan komitmen MA untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan dengan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.
"Kita semua wajib menghormati asas praduga tak bersalah selama proses hukum berlangsung," ujar Yanto.
Namun, MA juga tidak tinggal diam. "Hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan akan diberhentikan sementara," tegasnya.
Baca Juga: Pansus DPRD Bulukumba Bahas Ranperda Cadangan Pangan: Langkah Strategis Amankan Kebutuhan Daerah
Lebih lanjut, Yanto menjelaskan bahwa jika nantinya terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka para hakim tersangka tersebut akan diberhentikan secara tetap dari jabatannya.
Di sisi lain, Yanto tak menyembunyikan keprihatinan mendalam MA atas rentetan peristiwa yang mencoreng citra lembaga peradilan.