Sulawesinetwork.com - Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengambil keputusan monumental yang akan mengubah lanskap Pemilu di Indonesia. MK memutuskan untuk memisahkan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal.
Artinya, pada 2029, Pemilu hanya akan digelar untuk memilih anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden.
Keputusan ini mengindikasikan bahwa Pilkada 2029 dipastikan mundur, paling cepat pada 2031 mendatang. Jika skema ini terealisasi, maka masa jabatan anggota DPRD di tingkat Kabupaten dan Provinsi akan diperpanjang selama paling rendah dua tahun.
Meski demikian, untuk kepala daerah, ada mekanisme aturan penunjukan pelaksana tugas atau penjabat bupati. MK menyerahkan sepenuhnya pengaturan ini kepada DPR sebagai pembentuk undang-undang.
"Mahkamah mempertimbangkan bahwa penentuan dan perumusan masa transisi ini merupakan kewenangan pembentuk undang-undang," kata Hakim MK Saldi Isra.
MK mengusulkan agar penentuan dan perumusan masa transisi ini diatur oleh pembentuk undang-undang melalui rekayasa konstitusional (constitutional engineering).
Hal ini terkait dengan masa jabatan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, termasuk masa jabatan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota, sesuai dengan prinsip perumusan norma peralihan atau transisional.
Jika DPR memutuskan untuk mengangkat penjabat kepala daerah pada tahun 2029, maka dipastikan di Sulawesi Selatan tidak akan ada petahana yang kembali bertarung di Pilkada 2031. Semua daerah di Sulsel akan diisi oleh penjabat kepala daerah selama dua tahun.
Kemendagri Pelajari Putusan MK untuk Revisi UU Pemilu
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya, menyebut Kemendagri akan mempelajari secara seksama putusan Mahkamah Konstitusi terkait pemisahan pemilihan umum nasional dan daerah ini.
"Kita pelajari dulu. Saya baru mendapatkan informasi," kata Bima.