Kapal udara generasi terbaru, seperti Zeppelin, menggunakan mesin berbahan bakar gas Blau—bahan bakar yang sangat mirip dengan butana, salah satu komponen utama gas elpiji.
Menggunakan bahan bakar gas dengan massa hampir sama dengan udara menjadi solusi praktis bagi kapal udara karena tidak mengubah berat keseluruhan pesawat seperti bahan bakar cair.
Baca Juga: Jadwal dan Ketentuan UTBK SNBT 2025: Persiapkan Diri untuk Pendaftaran Kuliah
Sayangnya, era Zeppelin berakhir tiba-tiba pada tahun 1937 setelah tragedi meledaknya kapal udara Hindenburg yang menewaskan 36 orang.
Gas Elpiji untuk Memasak
Berbeda dengan kapal udara yang kehilangan popularitasnya, penggunaan gas elpiji justru semakin berkembang, terutama sebagai bahan bakar memasak.
Salah satu pelopor penting dalam sejarah penggunaan gas elpiji untuk memasak adalah Ernesto Igel di Brasil.
Pada saat itu, banyak tabung gas elpiji yang tersisa di lapangan terbang setelah era kapal udara berakhir.
Melihat peluang ini, Ernesto Igel membeli 6.000 tabung gas yang tidak lagi digunakan di Rio de Janeiro dan mulai mempromosikan gas elpiji sebagai bahan bakar memasak yang efisien.
Baca Juga: Momen Hangat Prabowo dan Erdogan Jalan Bersama Berpegangan Tangan di Istana Bogor
Inovasi ini kemudian melahirkan perusahaan Ultragaz pada tahun 1939.
Saat itu, perusahaan ini memiliki tiga truk distribusi dan melayani 166 pelanggan.
Sebelas tahun kemudian, pada tahun 1950, jumlah pelanggan meningkat pesat menjadi lebih dari 70 ribu.
Hingga kini, Ultragaz menjadi salah satu perusahaan penyedia gas elpiji terbesar di dunia.