Ia juga menyoroti risiko keamanan yang muncul akibat akuisisi ini.
“Wiz tidak bisa dipercaya karena semua data pengguna mereka dikelola oleh perusahaan Israel yang dipimpin oleh mantan pejabat intelijen,” tambahnya.
Kekhawatiran serupa juga disampaikan oleh seorang peneliti yang meneliti hubungan antara Silicon Valley dan dunia intelijen.
Ia mengatakan bahwa mereka telah mendokumentasikan lebih dari 1.400 anggota aktif dan mantan personel Unit 8200, Intelijen Militer Israel, serta Direktorat Pertahanan Siber IDF yang kini bekerja di perusahaan-perusahaan teknologi utama di AS.
“Jika Anda berdiri di Silicon Valley dan melempar batu, kemungkinan besar Anda akan mengenainya ke mantan atau anggota aktif Unit 8200,” ujar peneliti yang meminta anonimitas.
Ia menambahkan bahwa meskipun tidak semua orang yang berlatar belakang Unit 8200 terlibat dalam agenda rahasia, ada potensi tekanan atau godaan untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum.
Dalam beberapa tahun terakhir, ancaman infiltrasi asing dalam industri teknologi telah diidentifikasi sebagai risiko keamanan nasional oleh badan intelijen AS.
FBI bahkan pernah menyatakan kekhawatirannya terhadap potensi mata-mata yang bekerja di perusahaan teknologi dengan agenda tersembunyi untuk kepentingan negara lain.
“AS terus berbicara soal bahaya infiltrasi China di industri teknologi, tetapi hampir tidak pernah membahas Israel—padahal badan intelijen AS menganggap Israel sebagai ancaman kontra-intelijen utama setelah China, Rusia, dan Iran,” ungkap peneliti tersebut.
Baca Juga: Kecelakaan Maut Mobil Listrik Xiaomi SU7: Autopilot 116 Km/Jam, 3 Mahasiswi Tewas
Khusus dalam kasus Wiz, ia menyoroti risiko memiliki mantan agen intelijen yang bekerja di sektor sensitif seperti penyimpanan data berbasis cloud.
“Ini adalah area yang memiliki akses luas terhadap data pengguna. Data-data ini sangat mudah untuk diambil, diunduh, atau ditransfer ke pihak lain,” katanya.
Kaitan erat antara perusahaan teknologi Israel dan industri keamanan nasional AS terus menjadi topik perdebatan.