Tapi yang memperkenalkan gelar ini justru orang Belanda bernama B.F. Matthes.
Sebagai awal, mulailah dia memberikan titel "Andi" kepada semua golongan bangsawan yang bisa dijangkau Departemen Pendidikan dan Kebudayaan saat itu.
B.F Matthews sendiri adalah kepala sekolah OSVIA sekaligus bersama Colliq Pujie menjadi pelopor penulisan sureq I Lagaligo, sebuah mahakarya sastra terbesar di dunia setebal 9000 jilid polio.
Baca Juga: Mentan SYL Sebut Krisis Pangan Bisa Berdampak pada Permasalahan Pemerintahan dan Politik
Prof Mattulada, Antropolg Unhas, juga mengatakan bahwa di masa kolonial Belanda, setiap siswa yang ingin mengikuti sekolah dari tingkat HIS atau sekolah pamong praja, maka harus menyertakan “stamboom” atau daftar silsilah keturunan dan lembar pernyataan kesetiaan pada pemerintah Hindia Belanda.
Mereka yang telah menamatkan pendidikan di sekolah yang telah ditentukan Belanda itu, kemudian akan memperoleh gelar "Andi" di depan nama mereka.
Jadi, sebenarnya pemberian gelar ini mirip dengan gelar Prof, dr, dan sejenisnya di zaman sekarang.
Mattulada mencatat bahwa penggunaan gelar "Andi" ini dimulai sekitar tahun 1930 an oleh para Kepala Swapraja dan keluarga bangsawan untuk memudahkan identifikasi keluarga raja.
Para bangsawan terdidik ini sengaja diberi gelar sendiri dan nantinya dipersiapkan oleh Belanda untuk mengisi jabatan-jabatan penting di pemerintahan.
Bisa dikatakan gelar "Andi" merupakan warisan gelar yang diberikan oleh Belanda.
Hingga masa pemerintahan kolonial Belanda berakhir di Indonesia, penggunaan gelar "Andi" ini masih digunakan oleh para keturunan bangsawan dan tetap menyematkannya di depan nama keturunan mereka.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebelum Belanda berkuasa di Sulawesi Selatan, seorang bangsawan atau anak-anak raja tak pernah menyematkan kata “Andi” di depan nama.
Melainkan "La" untuk laki-laki dan "We" untuk perempuan.
Sementara untuk gelar kebangsawanan digunakan Opu, Daeng, Karaeng, Arung, Bau’, atau Puang, sesuai daerah dan wilayahnya dan tak pernah ada panggilan "Andi".
Gelar "Andi" di depan nama orang suku Bugis-Makassar Sulawesi Selatan diciptakan Belanda untuk menandai kaum bangsawan yang terpelajar.(*)