Pria yang juga pernah mejabat sebagai Menko Polhukam itu menegaskan, kondisi keuangan nasional saat ini menuntut perubahan cara pandang dalam menyusun rencana keuangan daerah.
Pola belanja lama yang berorientasi pada rutinitas birokrasi, menurutnya, harus diubah menjadi pengelolaan yang lebih adaptif terhadap situasi baru.
"Nah ini teman-teman dari daerah, tolong jangan berpikir yang lama digunakan untuk situasi baru," kata Tito.
Baca Juga: Tindak Lanjut Instruksi Bupati: DLH Barru Tinjau Lokasi Tambang Penyebab Banjir di Mallusetasi
Fokus ke Program Langsung Menyentuh Masyarakat
Lebih lanjut, Tito meminta seluruh kepala daerah agar lebih cermat dalam menentukan prioritas anggaran dan menekankan bahwa dana sebaiknya digunakan untuk program yang berdampak langsung bagi masyarakat.
Dengan efisiensi tersebut, Tito meyakini pemerintah daerah tetap mampu menggerakkan pembangunan, meski mengalami penurunan dana transfer dari pusat.
"Untuk perencanaan tahun 2026, selain efisiensi belanja jangan gunakan template lama. Ada daerah-daerah yang sukses melakukan itu,” tegas Tito.
“Kabupaten Lahat misalnya. Dia bisa menghemat Rp 425 miliar dari belanja birokrasi dan ternyata bisa," imbuhnya.
Mendagri menambahkan, pemerintah pusat maupun daerah sebenarnya pernah menghadapi situasi serupa pada masa pandemi COVID-19, di mana hampir seluruh pendapatan negara berkurang dan harus dilakukan rasionalisasi.
Baca Juga: Pantau Harga Beras, Tipidter Polres Bulukumba Gelar Sidak di Pasar Sentral dan Pasar Cekkeng
"Kita juga pernah ngalamin dua kali paling tidak, pada waktu jaman COVID semua daerah semua pendapatan negara berkurang,” ucap Tito.
“Semua dirasionalisasi bahasa kerennya, bahasa lapangannya dipotong. Tapi kita bisa survive," pungkasnya. (*)