Setelah sempat menunjukkan tanda-tanda perbaikan, kondisinya kembali memburuk dan dinyatakan meninggal dunia pada pukul 15.30 WIB.
Jenazah disemayamkan di rumah duka, Dusun Dagung, Desa Gonggang, Magetan. Pemakaman dijadwalkan berlangsung di Tempat Pemakaman Umum desa setempat.
Sejarah warung Mbok Yem dimulai sejak era 1980-an. Saat itu, ia bukan penjaga puncak, melainkan pedagang sembako di kampung.
Aktivitas naik gunung awalnya dilakukan untuk mencari bahan jamu dan rempah dari hutan Lawu.
Dari kebiasaan itu, perlahan-lahan ia membangun pondok kecil yang kemudian berkembang menjadi warung sederhana.
Warung tersebut menjadi semacam “rumah kedua” bagi para pendaki.
Baca Juga: Semangat Baru HMI Bulukumba: Wakil Ketua DPRD Hadiri Pelantikan Pengurus Periode 2025-2026
Di sana, para pendaki bisa menemukan nasi hangat, teh manis, mie instan, hingga obrolan ringan yang menghangatkan suasana di tengah suhu dingin Lawu.
Lokasinya hanya terpaut sekitar 115 meter di bawah titik tertinggi Gunung Lawu.
Bukan sekadar tempat jualan, warung Mbok Yem menjadi ruang persinggahan yang sarat makna.
Baca Juga: Sinergi Kuat di Bulukumba, Ketua DPRD Dampingi Bupati Sambut Kajati Sulsel
Ia menyambut siapa pun dengan keramahan khas nenek Jawa Timur.
Tidak ada yang pulang dari Lawu tanpa mendengar kisah Mbok Yem, atau mencicipi teh hangat buatannya yang terasa istimewa di tengah dinginnya kabut.
Bagi banyak pendaki, Mbok Yem bukan hanya penjaja makanan. Ia adalah simbol semangat, kehangatan, dan dedikasi.