Sulawesinetwork.com - Keputusan DPR dan pemerintah menggelar rapat pembahasan revisi Undang-Undang TNI di Hotel Fairmont, Jakarta, bak menyulut api dalam sekam.
Di tengah gencarnya isu efisiensi anggaran, rapat di hotel mewah ini dianggap sebagai bentuk arogansi dan ketidakpedulian terhadap penderitaan rakyat.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan geram.
Baca Juga: Dinas Koperasi & UKM Kota Makassar Sukses Gelar Ramadhan Fest SMES & Financing Expo 2025
Mereka menilai, rapat tertutup di hotel bintang lima itu sebagai "tamparan keras" bagi publik.
Tak hanya itu, mereka juga menyoroti potensi kembalinya dwifungsi militer dalam revisi UU TNI ini.
"Di saat pemerintah gembar-gembor efisiensi, kok malah hambur-hamburkan uang di hotel mewah? Ini namanya tidak punya malu!" ujar seorang anggota koalisi dengan nada tinggi saat melakukan aksi penggerebekan di Hotel Fairmont, Sabtu (15/3/2025) malam.
Baca Juga: Pengumuman SNPDB Madrasah Unggulan Hari Ini, Cek Namamu Sekarang!
Aksi penggerebekan itu sendiri menjadi simbol kemarahan publik.
Koalisi yang terdiri dari Imparsial, YLBHI, KontraS, BEM SI, dan lainnya, menuntut transparansi dan keterlibatan publik dalam pembahasan revisi UU TNI.
"Ini bukan soal tempatnya saja, tapi soal substansi revisinya juga. Ada indikasi pasal-pasal bermasalah yang berpotensi mengembalikan dwifungsi militer. Ini kemunduran demokrasi!" tegas perwakilan koalisi lainnya.
Baca Juga: Nokia N75 Max vs Nokia Lumia Max: Perbandingan Lengkap, dari Kamera hingga Performa
Kecurigaan publik bukan tanpa alasan. Koalisi menyoroti adanya pasal-pasal "siluman" yang berpotensi mengembalikan dwifungsi militer, sebuah momok yang di era reformasi telah berhasil dihilangkan.
"Kami khawatir, revisi ini justru akan melemahkan profesionalisme militer dan mengancam demokrasi," kata seorang aktivis.