Sulawesinetwork.com - Di tengah gemuruh peringatan Hari Buruh 2025, Presiden Prabowo Subianto melontarkan janji yang disambut riuh tepuk tangan, penghapusan sistem outsourcing.
Sebuah harapan besar bagi jutaan pekerja yang selama ini terbelit ketidakpastian kerja.
Namun, di balik janji itu, tersembunyi dilema krusial: bagaimana menyejahterakan buruh tanpa mengorbankan iklim investasi yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional?
Baca Juga: Komisi 3 DPRD Bulukumba Maraton Bahas LKPJ Bupati 2024: Fokus Transparansi dan Akuntabilitas
"Saya akan meminta Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional mempelajari, bagaimana caranya kita, kalau bisa tidak segera, tapi secepat-cepatnya kita ingin menghapus outsourcing," tegas Prabowo di hadapan ribuan buruh di Monas, Jakarta Pusat, pada Kamis, 1 Mei 2025.
Janji ini menandai langkah ambisius untuk mereformasi lanskap ketenagakerjaan Indonesia, yang selama ini diwarnai praktik outsourcing yang seringkali merugikan pekerja.
Namun, Prabowo tidak menutup mata terhadap realitas ekonomi. "Tapi kita harus juga realistis, kita juga harus menjaga kepentingan para investor-investor juga," ujarnya.
Ia menyadari, tanpa investasi, tidak akan ada lapangan pekerjaan yang tercipta.
"Kalau mereka tidak investasi, tidak ada pabrik, kalian tidak bekerja, jadi kita harus bekerja sama dengan mereka," tambahnya.
Dilema ini mencerminkan kompleksitas permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia. Sistem outsourcing, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, memungkinkan perusahaan untuk melimpahkan pekerjaan kepada pihak ketiga.
Baca Juga: Generasi Nokia N75 Max, Nokia G310: Chipset Snapdragon 480+ dan Baterai 5000mAh Tahan Lama
Praktik ini, meski memberikan fleksibilitas bagi perusahaan, seringkali menimbulkan ketidakadilan bagi pekerja, seperti upah rendah, jaminan sosial minim, dan status kerja yang tidak jelas.
Untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan, Prabowo berencana menggelar pertemuan penting di Istana Bogor.