Namun, usaha penggilingan bukan tanpa tantangan. Musim hujan menjadi momok yang tak bisa dihindari.
Baca Juga: Kontroversi Video Syur Lisa Mariana Berlanjut, Selebgram Itu Dipanggil Polda Jabar!
“Saat curah hujan tinggi, kualitas gabah banyak yang rusak, dan otomatis berpengaruh pada mutu beras,” ungkap Yusran.
Untuk mengatasi hal tersebut, ia menerapkan sistem penyortiran gabah, memisahkan antara gabah berkualitas tinggi dan rendah sebelum proses penggilingan dilakukan.
Yang menarik, limbah hasil penggilingan pun tak dibiarkan sia-sia.
Baca Juga: Hasto Kristiyanto: Tolak Israel, Dikriminalisasi!
Sekam dan dedak yang biasanya terbuang, kini dijual ke pengrajin batu merah hingga perusahaan semen seperti Tonasa sebagai bahan bakar alternatif.
Bagi Yusran, setiap bagian dari proses usaha ini harus bernilai, baik secara ekonomi maupun lingkungan.
Yusran melihat bahwa usaha penggilingan padi di Bulukumba tengah berada di jalur yang cerah.
“Saat ini sudah ada sekitar 50 penggilingan aktif di Bulukumba, ini pertanda bahwa sektor ini makin diminati dan dibutuhkan,” jelasnya.
Ia pun menyambut baik terbentuknya organisasi seperti Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) di Kabupaten Bulukumba yang menurutnya bisa menjadi ruang bersama untuk berbagi solusi, meningkatkan kapasitas produksi, dan menjaga kualitas beras lokal.
Di balik mesin-mesin besar dan tumpukan karung gabah, ada nilai-nilai kerja keras dan komitmen yang ia tanamkan.
Baca Juga: Heboh Dugaan '86' di Kajang, Kasat Narkoba Polres Bulukumba Beri Bantahan Tegas
Puluhan karyawan saat ini menggantungkan hidup pada UD Aqila, dan bagi Yusran, itu adalah bentuk nyata dampak ekonomi dari sebuah usaha yang dikelola dengan sepenuh hati.