Dengan kondisi tersebut, pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dalam negeri diperoleh dari impor.
Qohar juga menyebut produksi minyak mentah oleh KKKS dalam negeri juga ditolak setelah produksi kilang diturunkan.
Baca Juga: Kepala BGN Klaim Program Makan Bergizi Gratis Sudah Terlaksana di 38 Provinsi di Indonesia
Penolakan Produksi Minyak Mentah KKKS
Qohar menjelaskan, saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan berbagai alasan, Pertamina kemudian impor minyak mentah. Penolakan itu dilakukan dengan membuat berbagai alasan.
Pertama, produksi minyak mentah KKKS dinilai tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masih masuk rentang harga perkiraan sendiri (HPS).
Baca Juga: STOP Mengharap Pembagian Sapi!
Alasan kedua, spesifikasi dianggap tidak sesuai kualitas kilang. Padahal, minyak dalam negeri tersebut seharusnya masih memenuhi kualitas jika diolah kembali dan kadar merkuri atau sulfurnya dikurangi.
"Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang tinggi," terang Qohar.
Mens Rea dalam Proses Impor Minyak Mentah
Dalam kesempatan yang sama, Qohar mengklaim adanya dugaan pemufakatan jahat (mens rea) dalam proses impor minyak mentah tersebut.
"Sebelum tender dilaksanakan, dengan kesepakatan harga yang sudah diatur yang bertujuan mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara," ungkap Qohar.
Qohar juga menuturkan rencana pemufakatan jahat itu dilakukan dengan mengatur proses pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang.
Pengaturan itu diduga dilakukan dengan pengkondisian pemenangan broker seolah-olah sesuai dengan ketentuan.