Pengkondisian itu melibatkan Riva bersama 2 tersangka lainnya, selaku pihak yang memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.
Penyelewengan Spek Minyak Pertamax Jadi Pertalite
Baca Juga: TPG Kemenag 2025 tidak Dibayarkan Kepada Guru Krateria Ini, Simak Penjelasannya!
Qohar selaku Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung juga menyebut Riva sebagai tersangka skandal korupsi minyak mentah diduga menyelewengkan pembelian spek minyak.
Riva disebut melakukan pembelian untuk jenis Roin 92 (Pertamax) padahal yang dibeli adalah Ron 90 (Pertalite).
"Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax)," sebut Qohar dalam kesempatan yang sama.
Baca Juga: Unru Baso Berpotensi Pertahankan Dominasi Gerindra di Pilwalkot Palopo
"Padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan," lanjutnya.
Negara Merugi Rp193 Triliun
Dalam kesempatan yang sama, Qohar menjelaskan Kejagung juga menemukan dugaan markup atau penambahan nilai kontrak pengiriman oleh tersangka YF dalam melakukan impor minyak mentah dan produk kilang.
Baca Juga: Desain Premium, Harga Terjangkau: Moto G45 5G Siap Jadi Rebutan!
Qohar mengklaim, negara telah mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen secara melawan hukum sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi itu.
Imbas dari skandal dugaan korupsi minyak mentah itu membuat harga BBM yang dijual kepada masyarakat menjadi mahal.
"Sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN," tegas Qohar.
Di sisi lain, Kejagung menyebut perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan negara merugi sekitar Rp193,7 triliun.