Pengamat komunikasi politik di Universitas Padjadjaran (UNPAD), Kunto Adi Wibowo juga pernah menilai komunikasi publik Prabowo-Gibran belum jelas arah strateginya.
“Komunikasi publik pemerintahan Prabowo-Gibran belum fokus pada strategi komunikasi publik. Kebijakan yang menyangkut kepentingan hidup orang banyak sering kali berpotensi berubah menjadi bola liar di masyarakat,” ujar Kunto dalam keterangannya yang dikutip pada Selasa, 2 September 2025.
Dengan kata lain, Kunto menilai, kecenderungan mengandalkan influencer justru bisa memperkeruh keadaan, bukan menyelesaikan persoalan publik.
Baca Juga: Guru dan ASN Mengadu ke DPRD Bulukumba Usai Dimutasi, Begini Respon Wakil Ketua
Pejabat Jadi Komunikator Lewat Media
Kritik juga datang dari Nyarwi Ahmad Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia menekankan pejabat publik lah yang seharusnya menjadi komunikator utama, bukan influencer.
“Semestinya para pejabat publik dan pemimpin institusi politiklah yang menjadi influencer dalam mengkomunikasikan kebijakan publik.” ungkap Nyarwi dalam pernyataannya yang dikutip pada hari yang sama.
“Kalau politisi bergantung pada influencer, ini tidak menunjukkan kemajuan demokrasi,” imbuhnya.
Baca Juga: Mendagri Tito Paparkan Kerusakan Gedung DPRD di Sulsel dan Jambi
Berkaca dari itu, pesan para pakar komunikasi hingga akademisi ini menunjukkan Presiden Prabowo harus mengambil alih panggung komunikasi publik melalui media massa, bukan menyerahkannya pada pihak ketiga seperti influencer.
Media Massa Dinilai Lebih Kredibel
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI) Jawa Tengah, Samsul Arifin pernah menegaskan media massa adalah sarana komunikasi paling efektif.
Baca Juga: Sri Mulyani Pastikan Tidak Ada Kenaikan Tarif Pajak di 2026, Fokus pada Peningkatan Kepatuhan
“Media itu rumah besar rakyat. Kalau Presiden ingin menenangkan masyarakat, jangan terlalu mengandalkan influencer, tapi perbanyaklah komunikasi lewat media massa,” ujar Samsul kepada wartawan, pada Senin, 1 September 2025.
Samsul menambahkan, komunikasi lewat jurnalis lebih aman karena melalui proses verifikasi, berbeda dengan influencer yang hanya berfokus pada konten viral.