Sulawesinetwork.com - Sebuah laporan dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS yang dirilis pada 1 Agustus 2025 mengungkapkan adanya gelombang mundurnya karyawan perempuan dari dunia kerja.
Sejak Januari 2025, sebanyak 212.000 perempuan berusia 20 tahun ke atas telah meninggalkan pekerjaan mereka.
Misty Lee Heggeness, seorang profesor ekonomi di University of Kansas, menyebut fenomena ini sebagai kemunduran besar.
Baca Juga: Studi: Gen Z Merasa Tak Nyaman Melihat Ibu Menyusui di Ruang Publik
Menurutnya, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan yang memiliki anak di bawah lima tahun turun hampir tiga poin persentase, dari 69,7% menjadi 66,9%.
Penurunan ini terjadi setelah fleksibilitas kerja, seperti work from home, mulai dicabut.
Fenomena ini diperparah oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump yang mewajibkan pegawai federal kembali bekerja di kantor lima hari seminggu.
Baca Juga: Pemkab Sinjai Peringati Hari Veteran Nasional, Kenang Jasa Pahlawan dan Ajak Teruskan Perjuangan
Langkah serupa juga diikuti oleh perusahaan besar seperti Amazon dan JP Morgan.
Menurut penelitian, hilangnya fleksibilitas ini sangat berdampak pada perempuan karena mereka masih memikul tanggung jawab pengasuhan terbesar.
Masalah lain yang juga membebani perempuan adalah krisis biaya dan akses childcare.
Baca Juga: Justin Hubner Gabung Fortuna Sittard, Ternyata Tolak Tawaran dari Klub Indonesia Ini
Pendanaan federal untuk penitipan anak yang berkurang drastis pada 2025 menyebabkan banyak pusat penitipan anak tutup atau menaikkan tarif.
Akibatnya, banyak perempuan yang kesulitan membuat perhitungan biaya agar tetap masuk akal untuk bekerja.