“Otomatis beda karena waktunya berbeda, uangnya sudah dibelanjakan,” kata mantan Kapolri itu.
Kesalahan Input dari Bank Daerah
Selain perbedaan waktu pencatatan, perbedaan data anggaran juga bisa dipengaruhi oleh kesalahan input Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Misalnya Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan yang menurut catatan BI punya simpanan Rp5,1 triliun, padahal APBD yang dianggarkan hanya Rp1,6 triliun dan sisa kas yang dimiliki adalah Rp800 miliar.
“Rupanya peng-inputnya, yaitu BPD, Bank Pembangunan Daerah Kalsel meng-input Rp 5,1 itu simpanannya provinsi, dimasukkan sebagai simpanannya, dilaporkan sebagai simpanannya Kota Banjarbaru,” jelas Tito.
“Otomatis di BI tercatat punya Kota Banjarbaru, padahal harusnya punya Provinsi Kalsel,” sambungnya.
Sebelumnya, perbedaan data ini muncul ketika Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa membacakan data keuangan milik Pemda yang ia dapat dari BI saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah pada 20 Oktober 2025 lalu.
Baca Juga: Pantau Harga Beras, Tipidter Polres Bulukumba Gelar Sidak di Pasar Sentral dan Pasar Cekkeng
Data yang dibacakan Menkeu Purbaya tersebut langsung mendapat reaksi dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, karena ada perbedaan dengan yang dimiliki Pemprov.
Saling adu pernyataan antara Purbaya dengan Dedi sempat terjadi hingga Gubernur yang kerap dipanggil KDM itu mengunjungi BI dan Kemendagri untuk verifikasi.
Sementara terbaru, Menkeu Purbaya pun buka suara mengenai data yang ia miliki diprotes oleh daerah dalam sambutannya saat Upacara Hari Pemuda ke-97 dan Hari Oeang ke-79.
“Data adalah hal yang paling penting ketika saya atau Kementerian Keuangan bicara tentang dana di daerah, banyak sekali daerah yang protes dan agak sedikit menyalahkan Kemenkeu dengan data yang tidak akurat,” ujar Purbaya dikutip dari YouTube Kemenku pada Jumat, 31 Oktober 2025.
“Tapi kita selalu berpegang pada data yang resmi dan sudah dicek berkali-kali,” tegasnya. (*)