Sulawesinetwork.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengakui adanya praktik penempatan tim sukses atau "orang dalam" di sejumlah jabatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Menurut Tito, hal ini menjadi salah satu pemicu kondisi BUMD yang tidak sehat, dengan kerugian mencapai triliunan rupiah.
Saat ini, tercatat ada 300 BUMD yang masih mencatatkan kerugian dengan nilai kumulatif mencapai Rp5,5 triliun.
Baca Juga: Viral! Curhat Film Malaysia 'Tak Laku' di RI, Netizen Indonesia Kompak Sebut Upin-Ipin Tetap Favorit
Padahal, secara keseluruhan, jumlah BUMD di Indonesia mencapai 1.091 dengan total aset yang sangat besar, yakni Rp1.240 triliun.
"Kalau saya agak sopan dikit menyampaikan mengenai kenapa tidak sehatnya. Mulai dari modal yang kurang, kemudian tata kelola yang kurang baik. Tapi bapak-ibu (Komisi II DPR RI) menyampaikan lebih detail lagi, diisi oleh tim sukses, dan tim sukses itu bukan orang profesional. Itu fakta lapangannya begitu," kata Tito dalam rapat dengan Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (16/7/2025).
Profesionalisme Harus Jadi Prioritas, Bukan Sekadar Relasi
Oleh karena itu, Tito menegaskan perlunya upaya menyehatkan BUMD melalui sejumlah langkah, salah satunya adalah mengedepankan profesionalisme di atas relasi pribadi.
Tito sebenarnya tidak melarang tim sukses untuk mengisi jabatan di BUMD, namun dengan catatan mutlak: orang yang bersangkutan harus profesional dan tidak boleh ditempatkan di posisi tertentu secara sembarangan.
"Nah sekarang gimana mengatasinya? Ini kan harus ada semacam instrumen juga yang bisa membuat teman-teman kepala daerah itu juga mengedepankan profesionalisme dibanding dengan relasi pribadi," ujar Tito.
Baca Juga: 17 Oktober Jadi Hari Kebudayaan Nasional: Istana Tegaskan Bukan 'Cocoklogi' dengan Ultah Prabowo
"Oke lah, tim sukses juga boleh asalkan profesional, memiliki kriteria. Tapi nggak asal taruh. Yang kemudian menjadi rugi. Setelah rugi, jadi beban dari kepala daerah berikutnya," tambah Tito, menyoroti dampak negatif dari penempatan yang tidak tepat.
Kondisi ini, menurut Tito, memiliki kemiripan dengan masalah penempatan tenaga honorer di sejumlah instansi.