Sulawesinetwork.com - Makassar Biennale, yang seharusnya menjadi ajang bergengsi bagi seni rupa di kota ini, justru menuai kritik pedas dari para seniman.
Melalui diskusi publik, para perupa senior membongkar berbagai kejanggalan yang dinilai telah merusak esensi artistik dan etika perhelatan tersebut, khususnya di bawah kepemimpinan Jimpe.
Mereka melihat Makassar Biennale telah melenceng jauh dari tujuan awalnya dan berubah menjadi alat untuk kepentingan pribadi.
Kritik utama datang dari Firman Jamil, seorang perupa senior, yang menyebut Biennale telah "berbelok arah".
Baca Juga: BMW X3 Dinobatkan sebagai SUV Favorit di GIIAS 2025, tetapi Tetap Ada Catatan Negatif
Ia menyoroti porsi seni rupa yang hanya "mungkin cuma 10%," sementara sisanya diisi oleh agenda lain seperti penelitian dan penerbitan buku oleh lembaga Tanahindie.
Menurutnya, karya-karya seni rupa yang ditampilkan tidak digarap secara serius dan hanya menjadi pelengkap.
Kualitas pameran juga menjadi sorotan tajam. Faisal Syarif menceritakan kesaksian seorang penulis dari Malaysia yang menemukan hampir seluruh karya di Makassar Biennale 2023 masih dalam proses dan belum selesai.
Baca Juga: Polres Bulukumba Tangkap Pengedar Tembakau Sintetis, 33 Saset Siap Edar Diamankan
Hal ini menunjukkan kurangnya profesionalisme dalam penyelenggaraan. Kejanggalan lain terlihat pada penunjukan istri Jimpe sebagai kurator pada 2021 dan 2023, yang dianggap oleh Firman Jamil sebagai tindakan yang meragukan kompetensi dan melanggar etika profesional.
Irwan AR menyebut tindakan Jimpe sebagai "manuver politik" dan "pembegalan" terhadap Makassar Biennale. Jimpe bahkan diduga sengaja "meng-hack" yayasan untuk keuntungan pribadi.
Baca Juga: 72 Calon Paskibraka Bulukumba Masuk Karantina, Tiga Orang Wakili Provinsi
Dugaan ini diperkuat oleh kasus yang menimpa Firman Jamil, di mana Jimpe disebut telah memanipulasi proposal dana dan bahkan menahan visa yang seharusnya membiarkan Firman Jamil menghadiri acara seni di luar negeri.
Puncak dari permasalahan ini adalah dugaan manipulasi dana publik. Irwan AR mengungkapkan bahwa Jimpe mengajukan dana dari program Indonesiana atas nama lembaga Tanahindie, bukan Yayasan Makassar Biennale yang seharusnya.