Bayangan kubangan raksasa seperti yang terbentuk di tambang Freeport Timika, Papua, menjadi momok menakutkan bagi masa depan lingkungan Luwu. Andi Sudirman bahkan berencana menyurati Presiden Prabowo untuk meminta evaluasi ulang izin tambang tersebut.
"Kita akan menyurati Bapak Presiden untuk meminta evaluasi ulang atas izin tambang di Luwu. Pertama terkait siapa yang mengelola dan bagaimana metode pengelolaannya. Ini menyangkut masa depan lingkungan apalagi jika metode Open Pit dan kesejahteraan masyarakat," tegas Andi Sudirman pada Senin (14/4/2025), menunjukkan keseriusannya dalam melindungi Sulsel.
Baca Juga: Dilema Ganja Medis di Indonesia: Antara Harapan Keluarga Pasien dan Ketatnya UU Narkotika
Lebih lanjut, Andi Sudirman juga menyoroti ketidaksesuaian proyek ini dengan arahan Presiden terkait kewajiban pengelolaan kekayaan alam lokal oleh pengusaha lokal, bukan perusahaan dari Jakarta apalagi asing.
"Hal ini juga tidak sesuai arahan Bapak Presiden terkait kekayaan alam lokal wajib dikelola oleh pengusaha lokal bukan perusahaan Jakarta apalagi asing," sambungnya dengan nada prihatin.
Meski mengakui bahwa kewenangan perizinan tambang berada di pemerintah pusat, sebagai kepala daerah, Andi Sudirman merasa bertanggung jawab untuk menyampaikan aspirasi dan kegelisahan masyarakat Sulsel terkait dampak jangka panjang dari aktivitas tambang berskala besar ini.
"Kita semua tahu bagaimana kondisi di sekitar tambang Freeport. Kubangan besar, penebangan pohon di mana-mana, dan rakyat Papua belum juga sejahtera sampai hari ini. Perusahaan luar yang menikmati, lokal yang menderita baik ekonomi maupun isu lingkungan. Jangan sampai Luwu mengalami hal yang sama," jelas Andi Sudirman dengan analogi yang kuat dan menyentuh.
Pengalaman pahit pengelolaan tambang di Papua menjadi pelajaran berharga bagi Andi Sudirman. Ia tak ingin alam Kabupaten Luwu mengalami kondisi kritis dan masyarakatnya hanya menjadi penonton dan korban dari eksploitasi sumber daya alam.
"Yang menikmati justru bukan orang lokal tapi hanya penerima dampak serta penderitaan. Ini tidak sesuai dengan arahan Presiden yang ingin agar pengelolaan kekayaan alam dikuasai oleh perusahaan lokal bukan Jakarta apalagi luar. Jika lokal tentu ikatan dengan warga sekitar, ekonomi, isu lingkungan dan sosial bisa lebih diperhatikan," pungkasnya dengan harapan agar kearifan lokal menjadi landasan utama dalam pengelolaan kekayaan alam Sulsel. (*)