Tanpa fikir panjang, sang raja akhirnya memutuskan untuk memberikan hukuman mati kepada juru masak tersebut.
Diseretlah juru masak tersebut oleh pengawal dan siap untuk di eksekusi.
Namun, di detik-detik ketika pengawal akan mengayunkan pedang kepadanya, juru masak tersebut tiba-tiba membuat permintaan untuk yang terakhir kalinya.
"Tabe Karaeng, sebelum dihukum, izinkan saya membuat satu makanan untuk tuan sebagai penebus kesalahan saya" ucap juru masak tersebut.
Baca Juga: Ketua Golkar Nirwan Arifuddin Dinilai Keliru Buang Handuk Lebih Awal Jelang Pilkada Bulukumba 2024
Raja pun mengiyakan permintaan terakhir sang juru masak.
Karena juru masak sangat tahu kalau sang raja sangat menyukai buah pisang, jadi dia berinisiatif untuk membuat hidangan pencuci mulut dari bahan pisang yang dibalut dengan tepung berwarna hijau dari perasan daun pandan.
Tak butuh waktu lama, hidangan baru tersebut telah jadi dan siap untuk dicicipi sang raja.
Dan benar saja, raja sangat menyukai hidangan yang diberikan oleh juru masak dan pada akhirnya juga dia batal untuk di hukum mati.
Hidangan baru itu kemudian diberi nama Untia Pocoppisang atau pisang Ijo.
Kenapa harus hijau dan tidak memakai warna lain? karena filosofi warna hijau dalam hidangan pisang ijo melambangkan kesakralan, kebangsawanan dan kesucian.
Pisang ijo memiliki makna filosofi bernama Ta'bang Untia artinya ilmu panjang umur sebuah pohon pisang.
Meski induk pisang ditebang, anaknya akan tetap tumbuh. Pohon pisang kalau ditebang, ia tidak mau mati sebelum berbuah.
Artinya, manusia harus menghasilkan sesuatu yang bermanfaat sebelum ajal menjemputnya.(*)