Sulawesinetwork.com - Di balik kemasan sederhana Minyakita, tersimpan sejarah panjang yang penuh liku.
Lahir sebagai jawaban atas krisis minyak goreng pada 6 Juli 2022, produk ini diharapkan menjadi oase bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Namun, kenyataan berkata lain. Minyakita justru terjerat dalam pusaran masalah yang tak kunjung usai.
Baca Juga: Warga Bekasi Dikunjungi Prabowo di Tengah Banjir: Sampai Dua Hari Gak Hilang Senangnya!
Minyakita, dengan harga terjangkau Rp14.000 per liter, digadang-gadang sebagai solusi jitu mengatasi kelangkaan minyak goreng.
Inisiatif Menteri Perdagangan saat itu, Zulkifli Hasan, bertujuan mulia: mengemas minyak goreng curah agar lebih mudah didistribusikan dan dinikmati masyarakat luas, terutama pelaku usaha mikro.
Namun, belum genap setahun, harga Minyakita mulai merangkak naik, bahkan melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET).
Baca Juga: Mega Korupsi Mengintai PLN: Proyek PLTU Mangkrak, Negara Rugi Triliunan!
Ironisnya, produk yang seharusnya membanjiri pasar tradisional justru memadati rak-rak ritel modern dan marketplace.
Distribusi yang tidak tepat sasaran ini membuat masyarakat kecil kesulitan mendapatkan Minyakita.
Tak hanya itu, dugaan praktik curang pengemasan ulang minyak goreng premium dengan label Minyakita semakin memperkeruh suasana.
Baca Juga: Ramadhan Berkah, Hj. Astati Tajuddin Tebar Kebaikan: Dari Bagi Takjil hingga Santuni Panti Asuhan
Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa kualitas Minyakita yang beredar seharusnya setara dengan minyak curah, bukan minyak premium yang dikemas ulang.
Praktik ini menyebabkan penurunan produksi minyak goreng premium hingga 80 persen.