Alarm Keamanan Rumah Sakit Berbunyi! Ketum IDI Pertanyakan Pengawasan Lemah di Balik Kasus Dokter Residensi Pemerkosa 3 Keluarga Pasien RSHS Bandung

photo author
- Minggu, 13 April 2025 | 13:23 WIB
Kasus Pemerkosaan PPDS di RSHS Bandung, Ketum IDI (Tengah) sebut dokter bekerja di bawah sumpah etika dokter.
Kasus Pemerkosaan PPDS di RSHS Bandung, Ketum IDI (Tengah) sebut dokter bekerja di bawah sumpah etika dokter.

Sulawesinetwork.com - Skandal pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter residen anestesi PPDS Universitas Padjajaran di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung tak hanya menyisakan trauma mendalam bagi korban, namun juga memicu pertanyaan tajam mengenai sistem pengawasan di lingkungan rumah sakit.

Terungkapnya fakta bahwa Priguna Anugerah Pratama, sang dokter residen, diduga telah memperdaya setidaknya tiga keluarga pasien dengan modus pemeriksaan darah yang berujung pembiusan, membuat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) angkat bicara.

Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Slamet Budiarto, tak ragu menyoroti lemahnya aturan dan pengawasan yang seharusnya diterapkan di rumah sakit.

Baca Juga: Dukung STQH dan Kampanye Hidup Sehat, Bupati Gowa Jogging di Luwu Utara

Menurutnya, insiden yang terjadi pada 18 Maret 2025 di RSHS Bandung ini mengindikasikan adanya celah serius dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) dan implementasinya.

"Semua SOP itu harus ada orang lain, tidak boleh sendiri, ada yang lebih tinggi, walau ada seniornya atau perawat atau yang lainnya itu harus ada," tegas Slamet saat berhadapan dengan awak media di Kemayoran, Sabtu (12/4/2025).

Pernyataan ini mengimplikasikan bahwa seharusnya ada mekanisme check and balance yang mencegah seorang dokter residen bertindak seorang diri, terutama dalam prosedur yang melibatkan pasien rentan.

Baca Juga: Nokia N75 Max dan N95 Max: Smartphone Flagship yang Didukung Kamera 200MP dan Chipset Snapdragon Gahar

Lebih lanjut, Slamet mempertanyakan asal-usul obat bius yang digunakan pelaku.

"Obat itu dari mana dia dapetnya, itu harus tahu, itu adalah standar tertinggi keselamatan pasien," ujarnya, menyoroti potensi kelalaian dalam pengelolaan dan pengawasan obat-obatan di lingkungan rumah sakit.

Ketum PB IDI bahkan secara implisit menyalahkan pihak-pihak yang dianggap lalai dalam pengawasan.

Baca Juga: Rakerda BPD HIPMI Sulsel: Membangun Sinergi, Inovasi, dan Kolaborasi Untuk Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

"Saya nggak tahu ini pelanggaran SOP, saya kira yang harus diberi sanksi tidak hanya yang bersangkutan tapi yang membiarkan, kalau di rumah sakit kan banyak," katanya, menyiratkan bahwa tanggung jawab atas kejadian ini bisa jadi lebih luas dari sekadar pelaku tunggal.

"Menurut saya pengawasannya kurang melekat," tandas Slamet, sebuah pernyataan yang menggarisbawahi perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan di RSHS Bandung, bahkan mungkin di seluruh rumah sakit di Indonesia.

Senada dengan sikap sebelumnya, IDI kembali menegaskan dukungannya terhadap proses hukum yang sedang berjalan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sytha AR

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X