Sulawesinetwork - Sebuah video viral di media sosial menggambarkan protes seorang ayah terhadap keputusan SMA Negeri 8 Medan yang tidak memberikan kenaikan kelas kepada anaknya.
Ayah tersebut menyatakan bahwa keputusan sekolah tersebut terkait dengan laporan yang dilakukannya terhadap kepala sekolah terkait dugaan korupsi dan pungutan liar.
Menurut narasi dalam video, ayah tersebut menyebutkan bahwa anaknya tidak diberikan kenaikan kelas karena sering absen.
Namun, dia meyakini bahwa alasan sesungguhnya adalah karena pelaporan yang dilakukannya terhadap kepala sekolah terkait praktik korupsi dan pungutan liar di sekolah tersebut.
Basir Hasibuan, Kabid SMA Dinas Pendidikan Sumatera Utara (Disdik Sumut), mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima laporan terkait masalah ini.
Namun, Disdik Sumut juga menyatakan perlunya verifikasi lebih lanjut terhadap klaim yang disampaikan oleh ayah tersebut.
Baca Juga: Kapan dan Bagaimana PNS Dapat Uang Makan? Detail dari Sri Mulyani, Ternyata Bisa Batal Jika...
"Kami telah menerima laporan mengenai siswa yang tidak naik kelas diduga karena pelaporan yang dilakukan oleh orang tuanya. Kami perlu melakukan pengecekan lebih lanjut untuk memastikan kebenaran dari klaim ini," ujar Basir Hasibuan dalam pernyataannya pada Sabtu, 22 Juni 2024 seperti dilansir lambeturah.co.id.
Masalah ini menyoroti kompleksitas dalam penanganan pendidikan di Sumatera Utara, di mana Disdik Sumut menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan kasus ini dengan cara yang transparan dan sesuai dengan regulasi yang berlaku dalam sistem pendidikan nasional.
Fenomena pungutan liar (pungli) di lingkungan sekolah merupakan masalah serius yang perlu segera diatasi.
Baca Juga: Bulukumba Target Capaian Kabupaten Layak Anak Naik Level di Tahun 2024
Praktik pungli tidak hanya merugikan para siswa dan orang tua, tetapi juga merusak integritas dan citra pendidikan di masyarakat.
Pemerintah, bersama dengan semua pihak terkait, perlu melakukan langkah-langkah tegas untuk memberantas pungli ini.