Tradisi membakar bambu untuk menghasilkan suara keras menjadi salah satu kegiatan khas pada masa itu.
Ritual Imlek pun mulai berkembang, termasuk membersihkan rumah, makan bersama, hingga acara hiburan, terutama saat memasuki masa Dinasti Wei dan Jin (220–420 M).
Perayaan Imlek semakin meriah pada masa Dinasti Tang hingga Qing, didukung oleh kemakmuran ekonomi.
Baca Juga: Presiden Prabowo Harap Gencatan Senjata di Palestina Bertahan, Konsisten Dukung Kemerdekaan
Selain ritual keagamaan, masyarakat mulai menggelar perayaan seperti pameran lampion, pertunjukan seni, hingga kunjungan ke sanak saudara.
Tradisi ini terus berlanjut hingga era modern dengan penyesuaian sesuai zaman.
Saat ini, Imlek identik dengan dekorasi khas berwarna merah, seperti lentera dan amplop merah (angpao), serta kegiatan sosial yang lebih beragam.
Perayaan Imlek di Indonesia
Baca Juga: Prabowo Ingin Indonesia dan Malaysia Sinergikan Negara-negara Asia Lainnya
Menariknya, istilah "Imlek" hanya digunakan di Indonesia.
Di negara asalnya, China, perayaan ini dikenal sebagai Sin Cia atau Tahun Baru Lunar.
Nama "Imlek" berasal dari dialek Hokkien, yang berarti "kalender bulan" (im berarti bulan, lek berarti penanggalan).
Istilah ini muncul akibat larangan penggunaan istilah Mandarin di Indonesia selama masa Orde Baru.
Baca Juga: Kelakar Anwar Ibrahim Usai Prabowo Diberi Gelar Tertinggi dari Raja Malaysia: Lebih Dari Dato’ Seri
Pada era pemerintahan Presiden Soeharto, perayaan budaya Tionghoa, termasuk Imlek, dilarang melalui Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967.